Mohon tunggu...
Zia Mukhlis
Zia Mukhlis Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemerhati Pendidikan dan Sosial Budaya

Jurnalis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dilematis Mahasiswa Indonesia di Mesir

9 Januari 2019   22:01 Diperbarui: 9 Januari 2019   22:21 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahasiwa identik dengan sikap yang kritis, berani, aktif dan selalu bergerak. Saat mendengar mahasiswa langsung terbayang oleh kita demonstran yang menggunakan jas almamaternya bersorak di gedung pemerintah menuntut hak rakyat. Tentu pandangan ini akan kita temukan di Indonesia. Lalu apakah kita akan menyaksikan pemandangan yang sama jika melihat mahasiswa Indonesia di luar negeri, khususnya di Mesir?

Menurut para ulama dan guru-guru kita, ada istilah yang menarik yang mengatakan, "jika Makkah adalah kiblatnya shalat maka Mesir adalah kiblatnya ilmu".

Sejarah telah mencatat bagaimana tumbuh berkembangnya tradisi keilmuan Islam. Puncaknya adalah masa keemasan Bagdad, dan luluh lantah tanpa berbekas akibat serangan Mongol yang dipimpin oleh Jenghis Khan.

Turki juga pernah menjadi pusat keilmuan Islam, ditandai dengan banyaknya manuskrip-manuskrip kuno yang masih terpajang di museum Turki.

Andalusia apalagi, berkat kemajuan keilmuan dan berdirinya universitas-universitas di Andalusia berefek pada kebangkitan Eropa. Dan kini yang masih menjaga tradisi keilmuan Islam tetap hidup adalah Mesir dengan Al Azhar-nya.

Sejak didirikan pertama kali oleh Dinasti Fatimiyah hingga hari ini Al Azhar tetap menjadi pusat studi keilmuan Islam. Tak diragukan lagi keautentikan tradisi, metode, dan sistem belajar masih tetap terwariskan layaknya berbad-abad yang lalu.

Jika kita perhatikan mungkin tak ada perbedaan antara Al Azhar era Dinasti Mamalik dengan hari ini. Era Ibnu Khaldun pernah mengajar di sini dan era ulama-ulama salaf terdahulu masih tetap sama hingga hari ini. Yaitu sistem talaqi atau halaqoh yang tetap bertahan. Sang guru duduk di atas kursi dengan kitabnya dan murid-muridnya duduk dibawah mendengarkan paparan ilmu yang mengalir dari lisan sang guru, di sini kami memanggil guru dengan sebutan 'syekh'.

Luar biasa sekali Al Azhar masih bisa mempertahankan tradisi keilmuan seperti ini. kala orang-orang mulai memindahkan belajar dari masjid ke kelas ia masih bertahan dengan itu.

Kala orang-orang mulai belajar dengan silabus dan SKS ia bertahan dengan belajar dengan  menamatkan sebuah kitab dari kulit ke kulit (dari cover depan hingga cover belakang).

Walaupun ada kekurangan dan kelebihan, tapi percayalah, dari sistem belajar seperti inilah ulama-ulama terdahulu lahir, dan Al Azhar mempertahankan itu.

Ada kepuasan tersendiri saat  hadir di majlis talaqi tersebut. Kepuasan tersebut tak dapat ditemukan di kelas kuliah, kepuasan saat sang syekh memaparkan ilmu yang ada di kepalanya, semuanya mengalir begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun