Mohon tunggu...
Zia Mukhlis
Zia Mukhlis Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemerhati Pendidikan dan Sosial Budaya

Jurnalis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Indonesia Belum Ketemu Jodohnya?

18 Desember 2018   20:25 Diperbarui: 18 Desember 2018   20:57 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di tengah hiruk-pikuk kontes demokrasi yang sedang kita nikmati. Dengan begitu banyak pencitraan dan kampanye dengan tujuan meraih hati rakyat. Yang kini blusukan bukan lagi menjadi perbuatan cari muka melainkan menjadi sesuatu keharusan dan legal. Dalam suasana ini kita acap dihebohkan dengan berbagai isu-isu tentang kedua pasang calon. Entah kita si cebong atau si kampret yang jelas berita tentang dua pasang calon ini sangat melelahkan mata saat melihat gadget, seolah tak ada hal lain yang mesti diumbar selain quotes kedua pasangan ini.

Mungkin masyarakat kita sudah mulai cerdas dan teredukasi untuk melirik pada politik. Masyarakat kita sudah mulai peduli dengan pemimpin pemerintahan, ada banyak yang mempengaruhinya salah satu momen bersejarah adalah Aksi Bela Islam 212. Terasa amat pengaruh dari unjuk rasa damai itu, bukan hanya di Monas dan Bundaran HI namun hingga detik ini dan seluruh Indonesia pengaruhnya masih amat terasa.

Panggung politik, mari kita fokuskan perhatian kita pada makhluk yang bernama pemerintah. Sejak tahun 2014 sering muncul hal-hal yang kurang masuk akal dan dipertontonkan kepada masyarakat. Tontonan tersebut kadang tak bermutu, tak menginspirasikan dan memalukan bagi masyarakat. Pejabat pemerintahan seolah bukan lagi publik figur yang mesti dicontoh, terlihat dari tanggapan-tanggapan mereka yang asal ceplas-ceplos, tak memperhatikan diksi dan dirasa sangat tidak mendukung bahkan tidak berpihak pada masyarakat.

Wajar saja jika masyarakat menjadi semakin marah, benci dan bahkan anti terhadap pemerintahan. Seolah yang duduk di atas kusi jabatan sana seorang yang tak terpelajar atau mungkin preman pasar, tak ada tutur kata yang baik dan selalu menyakiti perasaan masyarakat. Alangkah teduhnya hati kita masyarakat ketika mendengar pidato Gubernur Jakarta Anis Baswedan. Tak ada ujaran kebencian, menyalahkan masyarakat, dan sangat penuh dengan harapan kemajuan. Jika ada kesalahan dari sebagian pihak ia akan muncul sebagai pihak penengah. Ketika ia berjanji ia tepati janji-janji kampanyenya, Alexis, Reklamasi dan rumah nol DP buktinya.

 Kita lihat bagaimana jakarta hari ini, memang kotanya sibuk dan ribut namun ada perasaan tenang dalam diri masyarakatnya, yang saat bertemu dengan Gubernurnya mereka bersuka ria dan bahagia bahkan ada seorang ibuk yang memberikan kain panjangnya kepada Anis Baswedan sebagai bukti bahwa ibuk ini mengamanahkan Jakarta pada sosok Anis Baswedan. Sebuah bukti ketulusan dari hati masyarakat atas kecintaannya pada masyarakatnya. Telah haus dan mungkin sudah sangat dehidrasi kita menunggu tokoh yang seperti lahir. Sungguh besar pengaruh seorang pemimpin, wajar saja Imam Ahmad Bin Hanbal berkata, "jikalau engkau memiliki satu buah doa, maka pintalah pada Allah pemimpin yang adil". 

Dan berkat doa masyarakat Indonesia pada tanggal 212 hari ini kita menikmati hasilnya. Masih di pulau Jawa, disebuh kota besar yang bernama Surabaya, ada seorang perempuan yang menjadi pemimpin besar dari masyarakatnya, Tri Rismaharini. Siapa yang tak kenal dengan ibuk ini sosok yang pemarah dan suka nyemprot orang jika melihat kesalahan. Bukan hanya bawahan saja yang disemprotnya, tukang es krim dan pengedar narkoba habis dikata-katai olehnya.

 Namun tak boleh dilupakan jasa dan track recordnya, berkatnya Surabaya sampai ke kancah internasional. Berbagai pernghargaan dunia telah berhasil diraih oleh Surabaya berkat ibuk yang pemarah nian ini. Lihatlah alun-alun kota, lihatlah jalanan, lihatlah taman-taman, sungai-sungai dan seluh pemandangan yang ada kini telah indah dan nyaman untuk masyarakat. Teringat kejaian yang sangat mengharukan ketika buk Risma berkunjung pada sebuah SD, tiba-tiba ada salah satu murid SD tersebut yang menangis dan memeluk erat buk Risma, pintanya hanya satu "jangan tinggalkan Surabaya, buk!". 

Jika Anis Baswedan yang memintanya adalah seorang ibuk-ibuk maka Tri Rismaharini yang memintanya adalah anak kecil, anak yang mungkin belum begitu tahu apa itu pemerintah, potik, ekonomi dan kemajuan, tapi ia merasakan rasa nyaman dan perlindungan dari buk Risma. Tangisnya amat hebat, seperti anak kecil yang tak mau berhenti merengek sebelum keinginannya terpenuhi. Tersentuh relung hati kita, puas dan lega pikiran dan batin kita ketika mendapatkan pemimpin yang seperti ini. Biarlah mereka berlama-lama memimpin jabatan itu, jangan diganti mereka, kami senang bersama mereka.

Selalu ada harapan dan pinta yang amat besar, selalu ada mimpi besar, dan selalu ada pengganti akan setiap kepemimpinan. Jika kita anak muda maka sosok itu ada di depan mata, masih banyak orang berhati mulia, berpihak pada masyarakat, dan belum tersebutkan. Salah satu pemimpin itu adalah kita, kita yang membaca tulisan sederhana ini. bagaimana harapan itu kita dambakan maka kita sendirilah terlebih dahulu yang harus mengusahakannya. Jangan takut bermimpi, bermimpilah menjadi orang besar, dari mimpi tersebutlah akan lahir mental besar. "Jangan berputus asa dengan Indonesia, kita hanya belum menemukan jodoh yang tepat saja, jika sudah ketemu Indonesia akan terbang tinggi!", ujar Fahri Hamzah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun