Sekolah... sekolah... dan sekolah...
Dari sana sebuah  mimpi dimulai
Dari sana petikan cita-cita lahir
Dan dari sana kecerdasan diciptakan
Sekolah... sekolah... ah sekolah...
Hanya keluh yang ada
Hanya desah yang terucap
Dan hanya itu-itu saja
Tak perlu berpusing kita tentang definisi sekolah. Namun kita tahu bahwa sekolah itu penting. Yang berkuli hingga yang berbangku tahu bahwa sekolah itu penting. Namun apakah kita paham apa gunanya sekolah?
Sejak belia ia disuruh berpikir, belajar dan ujian. Cita-cita hanya formalitas untuk menghibur waktu, dan itu hanya sampai mulut dan sampai SD.
Saat ia masuk SMP cita-cita itupun hilang dari benaknya, lalu saat SMA semakin bingung dengan dirinya, dan parahnya saat kuliah tak tahu hendak memilih jurusan apa.
Banyak dan banyak sekali mahasiswa baru yang di tahun pertamanya salah memilih jurusan. Ntah apa alasan mereka yang jelas mereka salah memilih jurusan. Tanda apa itu? Kenapa bisa begitu? Lalu mau diapakan 'waktu'... itu?
Sangat miris melihat pelajar hari ini, belajar dari fajar hingga gulita. Hanya belajar dan mendengarkan guru menerangkan kerjanya. Tak boleh banyak tingkah dan nilai harus bagus. Otak mereka selalu diisi tapi entahlah batin mereka. Apakah sisi manusia mereka diberi makan? Mereka adalah anak muda. Anak muda yang haus akan dedikasi, partisipasi, kepercayaan, pengakuan, pujian, rasa diperlukan dan egoisme anak muda. Kemana sisi manusia ini harus dilampiaskan? Wajar saja jika mereka mulai nakal dan tak peduli, sebab mereka nakal karena ingin diperhatikan, yaa mereka ingin diperhatikan!
Ada seorang anak yang memakai sendal masuk ke kelas, lalu ditegur oleh sang guru, "kenapa kamu menggunakan sendal ke kelas, nak?", sang anak hanya menjawab, "saya ingin ditegur, buk".
Terdiap dan terpaku sang guru mendengar jawaban si anak, puluhan tahun ia mengajar tak pernah terlontar dari lisan murid-miridnya seperti itu. Resah dan iba hatinya melihat murid-murid hari ini. Mereka dituntut ini dan itu, namun yang kebutuhan mereka tak tersalurkan, kebebasan dan kepercayaan!
Biarkan mereka bermain bola, berlari-lari, olah raga, mencoba ini, berkonflik, tersalah, berorganisasi, jatuh dan bangun lagi. Jujur dan sadar bahwa kita kekurangan pemimpin, namun kita tak mau menyiapkan pemimpin. Ada 40 orang dalam satu lokal, apakah semuanya akan jadi ilmuan? Pasti akan ada yang banting 'steer' dan melangkah jalan lain. Guru hanya bisa membina dan mengarahkan, dan murid yang memutuskan.
Coba kembali kita bertanya kepada diri kita, kenapa saya harus belajar?
Kenapa saya harus sekolah?
Untuk apa saya sekolah?
Untuk apa saya kuliah?