Mohon tunggu...
Zia Mukhlis
Zia Mukhlis Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemerhati Pendidikan dan Sosial Budaya

Jurnalis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dia yang Terlupakan

20 Februari 2018   13:06 Diperbarui: 20 Februari 2018   13:13 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pinterest.com

Maafkan aku jika kamu ku lupakan
Bukan bermaksud untuk melupakanmu
Tapi aku dibuat lupa oleh mereka
Aku dilarang untuk mencintaimu
Iya, mencitaimu saja aku dilarang
Apalagi mengingatmu

Menjadi yang terlupakan adalah hal yang menyakitkan, walaupun telah melakukan sesuatu yang baik dengan ikhlas tapi sebagai manusia kita juga haus dengan rasa untuk 'dihargai'. Para pahlawan tidak ingin jasa mereka dipuji-puji, mereka hanya ingin apa yang mereka lakukan dikenang agar kelak itu menjadi pelajaran dan inspirasi bagi generasi mudanya, orangtua kitapun demikian, tak ingin dan bahkan tak akan pernah meminta sang anak untuk membalas jasanya walaupun si anak tak akan mampu untuk membalasnya, tapi yang diminta orangtua adalah didoakan dan patuh kepadanya, adalah anak yang kurang adab jika ia tidak patuh kepada orangtuanya dan melupakan apa yang selama ini dilakukan orangtuanya kepada sang anak.

Sejarahpun demikian, apa yang terjadi saat ini adalah pengaruh dari sejarah masa lalu, kenapa kita saat ini seperti ini karena sejarah, kenapa kita merdeka saat ini karena sejarah, kenapa kita Islam saat ini juga kerena sejarah! Maka jangan lupakan sejarah, karena dilupakan itu sakit tahu. Bukan hanya itu, saat kita melupakan sejarah saat itulah kita kehilangan jati diri. 

Kebingungan banyak anak muda yang hendak mencari jati diri adalah masalah utama yang harus diselesaikan oleh bangsa yang besar ini. Kenapa kita Indonesia yang besar dan kaya ini begitu rapuh dan lemah? Tak perlu diuraikan apa alasannya, sebagai suatu tubuh tentu kita sendiri yang tahu apa yang terjadi pada tubuh kita, tapi salah satu penyebabnya adalah kerena kita melupakan 'sejarah'.

Setelah penulis hidup sebagai bangsa Indonesia selama 21 tahun, barulah penulis sadar bahwa ada banyak kesultanan dan kerajaan Islam di Nusantara ini. Menurut data dari Bapak Ahmad Mansur Suryanegara ada 73 kesultanan dan kerajaan Islam yang telah berdiri sebelum penjajahan dan ada yang masih berdiri hingga hari ini. 

Bayangkan saja bahwa kesultanan itu telah ada dan berdiri kokoh sebelum penjajah itu datang, kita telah merdeka dan berintegritas jauh sebelum penjajah datang, penjajah datang hanya untuk merampas sumber daya kita tidak kemerdekaan kita. 17 Agustus 1945 adalah Proklamasi dan deklarasi bahwa kita telah berhasil menyepak penjajah dari bumi Nusantara dan menyatukan kesultanan dan kerajaan-kerajaan menjadi satu negara yang kita panggil dengan INDONESIA.

Ada yang mengatakan kita hanya dijajah selama 40 tahun bukan 300 -an tahun, karena selama 300-an tahun itu adalah masa perjuangan mengusir penjajah, masa perlawanan dan masa mempertahankan tanah air.

Kembali kepermasalahan kesultanan yang tersebar dari Sabang sampai ke Marauke, betapa kita melupakan jasa kesultanan-kesultanan ini, bukankah besar jasa kesultanan-kesultanan ini terhadap kita, karena ada kesultanan ini maka hari ini kita beragama Islam, karena jiwa besar dan patriot yang tinggi raja-raja dari kesultanan-kesultanan ini menyerahkan dan meleburkan kekuasaannya demi terwujudnya Indonesia, contohnya saja kesultanan Tidore, dalam salah satu oransinya Fahri Hamzah pernah menyebutkan " kekuasaan kesultanan tidore adalah 1/3 Indonesia saat ini, dan semua itu ia leburkan menjadi Indonesia". Tanpa kebesaran hati Sultan Tidore mungkin wilayah teritorial Indonesia tak akan seluas saat ini, masih banyak lagi contohnya, mari kita baca dan cari, agar besar juga hati kita dan bangga pula kita dengan sejarah kita.

Penulis sangat merasa bodoh saat melakukan kunjungan ke Istana Maimun di Medan, istana yang megah itu hanya penulis jadikan sebagai objek wisata, ternyata setelah pulang barulah dapat informasi bahwa Istana Maimun itu adalah Istana dari Kesultanan Deli, ingin rasanya marah dan ingin memukul diri ini, bodoh sekali kenapa baru sadar itu adalah Istana Kesultanan Deli, dan yang lebih membuat marah lagi, kenapa tidak ada yang mengatakan bahwa ini adalah Istana Kesultanan Deli.

Waktu masih panjang, umur masih ada dan kesempatan selalu terbuka, mari kita mulai melihat kesekeliling kita, mencari tahu ini bagunan apa, mempelajari sejarah kita, sejarah kita!, tak perlu kita mempelajari sejarah negeri orang, pelajari sejarah negerimu sendiri, temukan ketakjuban, berbanggalah dan jadilah sosok baru dengan sejarah negerimu, karena dengan itulah rasa banggamu akan tumbuh, cintamu kepada tanah air akan bergelora dan rasamu pada Indonesia akan kuat.

Cari tahu asal usul keturunanmu, mana tahu kita dari keturunan orang berpengaruh, mana tahu kita dari keturunan ulama dan mana tahu  kita dari keturunan sultan. Bukan untuk sombong, tidak, tapi agar diri ini bangga, percaya diri ini muncul dan integritas sabagai seorang Indonesia itu naik. Bukankah kita merasakan bahwa cinta kita ke Indonesia mulai gersang, maka dengan membaca sejarah semuanya akan subur kembali. Selalu kita ingat-ingat apa yang dikatakan orang nomor satu Indonesia, Presiden pertama Indonesia, "jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah!"

Dilupakan itu sakit, kamu gak kuat, cukup sampai disitu, mari kita baca sejarah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun