Mohon tunggu...
Muhammad Tizar Adhiyatma
Muhammad Tizar Adhiyatma Mohon Tunggu... Pengacara - A Young Lawyer

Tizar currently serves as a member of the Indonesian Bar Association (PERADI) and has been admitted to practice in Indonesian courts. Master's areas of practice are Intellectual Property Rights; General Company Law; and Civil & Commercial Litigation.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Supremasi Hukum atau Supremasi Politik

28 Juni 2013   20:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:17 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Supremasi Hukum atau Supremasi Politik? Sebuah pertanyaan sederhana yang diharapkan dapat mengetuk hati nurani para penegak hukum dan tentunya sangat  tidak diharapkan untuk membuat politikus membanggakan diri telah memutar balik keadaan yang seharusnya diharapkan.

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), merumuskan bahwa Negara Indonesia Merupakan Negara Hukum. Sebuah rumusan sederhana tetapi memiliki makna yang sangat dalam bagi keberlangsungan kehidupan bernegara di Indonesia. Sayangnya saat ini hanya terlihat sebagai rumusan sederhana saja.

Keadilan kurang dapat dirasakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia, padahal salah satu tujuan hukum itu untuk mewujudkan keadilan. tapi kenapa sebagian besar rakyat Indonesia merasakan ketidakadilan apabila berbicara mengenai hukum? bahwa hukum telah dipolitisasi, hukum di Indonesia telah diselundup. Sehingga yang tampak adalah hukum itu tajam ke bawah tapi tumpul keatas. kita bisa melihat hal ini dari berbagai putusan pengadilan antara pencuri biasa dan KORUPTOR, di lembaga pemasyarakatan sel buat terpidana biasa dan KORUPTOR, disaat penyidikan anak pejabat yg telah melakukan tindak pidana dg tersangka biasa yg melakukan tindak pidana.

Bagaimana keadilan itu sebenarnya bekerja? Apakah koruptor dengan pencuri biasa diberikan perlakuan hukum yang sama? Atau apakah karena koruptor memiliki julukan sebagai pencuri berkerah putih dan pencuri biasa tidak memiliki julukan apapun sehingga adil lah apabila sel penjara buat koruptor harus lebih mewah daripada sel penjara buat pencuri biasa? Atau apakah seseorang  dapat melakukan tindakan apa pun dan hanya dituntut 8 bulan penjara hanya karena dia seorang anak pejabat dan terdakwa biasa akan dituntut dengan tuntutan maksimal hanya karena dia tidak seberuntung lahir dari keluarga pejabat? Apakah seperti itu keadilan di Indonesia saat ini? Yah, seperti itulah penampakannya.

Bagaimana dengan kepastian hukum? Apakah hukum di Indonesia saat ini telah memastikan diri mereka sebagai hukum yang berwibawa? Atau sebagai hukum yang melindungi kepentingan politik sehingga kepastian hukum itu ada hanya apabila politik mengatakan ia dan akan redup apabila politik mengatakan tidak?

Dan apa kabar dengan kemanfaatan dari hukum itu sendiri? Apakah hukum di Indonesia telah memberikan manfaat bagi seluruh golongan masyarakatnya? Atau apakah hanya golongan dari masyarakat yang dapat mengendalikan hukumlah yang dapat merasakan manfaat dari hukum sedangkan golongan tertindas akan tetap tertindas karena manfaat dari hukum itu sendiri?

Hukum seolah dikebiri oleh Politik, politik telah terlihat seperti raja yang dilayani oleh kasim setianya. Pelayan yang paling setia diantara pelayan lainnya, yang takkan mungkin memiliki keturunan karena mereka telah memilih untuk dikebiri dengan sukarela. Membuang testis dan mengabdikan diri mereka hanya untuk raja.  Seperti itulah tampak dari Hukum di Indonesia saat ini. Hukum seolah membuang Kewibawaannya hanya untuk menyesuaikan dirinya dengan politik.

Daripada mempertahankan hal yang sulit untuk dilaksanakan dan merongrong kemartabatan dengan tidak mematuhi yang telah diamanatkan sebagai peraturan dasar dari negara ini mungkin sebaiknya apabila rumusan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 diubah dengan rumusan Negara Indonesia adalah negara politik. Apabila hal ini tidak diubah maka negara ini akan menjadi negara yang cacat karena memaksakan kehendak untuk melaksanakan hal yang mustahil dilaksanakan oleh rakyatnya. Jadilah benar apabila rumusan hukum diubah saja dengan politik. Satu-satunya cara untuk mengembalikan martabat bangsa ini dengan memilih apakah UUD NRI 1945 diamandemen dengan mengubah kata hukum menjadi kata politik pada rumusan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 ataukah mengonsistensikan diri untuk melaksanakan hal yang telah dirumuskan tersebut? Saya sebagai bangsa Indonesia pasti akan memilih untuk tetap menganut konsep supremasi hukum. Karena hukum itu sendiri dibutuhkan oleh orang yang beradab dan orang yang beradab pasti menginginkan kedamaian, ketentraman, dan hidup yang nyaman. Dan hanya hukum yang memiliki kewibawaanlah yang bisa mewujudkan hal tersebut. Tidak akan mungkin ada keadilan, kepastian apalagi kemanfaatan yang diberikan hukum dari hukum yang dipolitisasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun