Mohon tunggu...
Zera Zetira Putrimawika
Zera Zetira Putrimawika Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist

Detoxing for Discernment | Student of Education, Linguistics, Ushuluddin | I'm playing piano and badminton

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masjid dan Pohon Natal: Indahnya Toleransi Meski Tanpa Ucapan Selamat

25 Desember 2015   09:30 Diperbarui: 25 Desember 2015   09:54 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika di Indonesia sibuk memperdebatkan masalah ucapan selamat Natal, Lebanon justru menunjukkan bentuk penghargaannya terhadap perbedaan agama. Bukan melalui ucapan, tetapi melalui sebuah pohon Natal besar yang berdiri megah di depan sebuah masjid.

Elie Saab, perancang fashion asal Lebanon, mendirikan pohon Natal besar di depan Masjid Al-Amin, Beirut untuk memperingati hari Natal, 25 Desember 2015.

Beirut memang dikenal sebagai kota yang memiliki penduduk dengan kepercayaan beragam di Timur Tengah. Dua yang paling dominan adalah umat Muslim dan Kristiani. Walaupun wilayahnya kecil, negara ini tidak bebas konflik karena berbatasan dengan Suriah dan Israel.

Di media sosial, keberadaan pohon Natal di depan masjid ini mendapat banyak acungan jempol dan pujian. "Indahnya rasa saling menghargai," kata satu pengguna media sosial. Lainnya mengatakan,"Wow, indah sekali, kalau di Indonesia seperti ini pasti aman (dan) nyaman."

Akan tetapi, foto-foto ini juga tidak lepas perdebatan tentang batas toleransi. Ada yang mengatakan tidak setuju dengan konsep itu, namun banyak juga yang mendukungnya. Sementara itu, salah seorang pengguna media sosial, Yulia Endang berkomentar sederhana. "Istiqlal juga dekat dengan gereja, no problemo, ibadahkan masing-masing." Lebih lengkap mengenai berita dan foto-foto Masjid dan Pohon Natal, bisa Anda lihat di laman BBC Indonesia.

http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/12/151214_trensosial_lebanon_masjid

Saya pun adalah pendukung pernyataan: toleran tak harus ikut merayakan. Sebagai negara dengan beragam agama, isu macam ini memang sensitif di Indonesia. Akan tetapi, sebagai seseorang yang beriman kepada Tuhan, perlu bagi kita untuk menjunjung tinggi apa yang diajarkan oleh agama kita masing-masing. Perbedaan adalah sesuatu yang harus dihadapi dengan kepala dingin, dengan penuh kasih sayang dan toleransi, dengan senyum dan pelukan, bukan dengan makian dan tebasan golok.

Sedih rasanya, ketika tiap tahun, permasalahan seperti ini muncul ke permukaan. Seperti wabah yang tidak ada obatnya. Perselisihan paham seperti itu hanya akan membuat iman kita kerdil. Menghargai adalah dengan cukup tidak mengganggu perayaan ibadah agama lain, ikut menjaga ketertiban dan keamanannya. Tidak harus dengan ucapan! Akan tetapi, bagaimana kita bisa menghargai dengan tidak mengganggu, bila kita masih terus-terusan adu mulut sana-sini membahas boleh tidaknya sesuatu yang sebenarnya sudah ada jawabannya. (z)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun