Mohon tunggu...
Zera Zetira Putrimawika
Zera Zetira Putrimawika Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist

Detoxing for Discernment | Student of Education, Linguistics, Ushuluddin | I'm playing piano and badminton

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menebak Arah Tujuan Islam Wasathiyah ala MUI

14 Desember 2020   14:12 Diperbarui: 14 Desember 2020   14:20 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia telah merampungkan kepemimpinan baru untuk periode 2020-2025 dalam Munas X yang berlangsung 25 hingga 27 November 2020 lalu. Nama-nama baru telah naik ke beberapa posisi penting di MUI. Secara sepintas, banyak yang mungkin tidak terlalu peduli mengenai siapa sajakah sosok yang menduduki kursi kepemimpinan MUI, tetapi sebagian lagi merasa perlu untuk melihat ke mana arah angin akan membawa lembaga ini di tangan struktur yang baru. Pada akhirnya, terpilihlah ulama kharismatik Kyai Miftachul Akhyar sebagai Ketua Umum MUI menggantikan Kyai Ma'ruf Amin yang kini menjabat sebagai dewan pertimbangan MUI.

           

Meluruskan Arah Bangsa dengan Wasathiyatul Islam 

Miftachul Akhyar mengabdikan diri sebagai seorang nahdliyin sejak usia muda. Penampilannya sederhana dan bersahaja. Di masa mudanya, ia pernah berjualan batik sebelum akhirnya aktif sebagai pengurus PBNU. Ia selalu ingin mengubah citra islam sebagai agama yang ramah, sehingga menjadi cikal bakal didirikannya pesantren Miftachul Sunnah di kawasan kampung Kedung Tarukan. Kawasan ini dikenal tidak terlalu dekat dengan kalangan ulama, maka dari itu Kyai 67 tahun tersebut membangun sebuah pesantren untuk memperkenalkan islam yang toleran.

Selama berkegiatan di PBNU, Miftachul sempat menjadi saksi ahli dalam kasus penistaan agama yang melibatkan Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. 

Kala itu Miftachul berpendapat Basuki ceroboh mengutip ayat Al-Quran. Seandainya Basuki tidak seceroboh itu, tidak akan ada perpecahan yang sekarang menjadi momok bagi umat islam.

Karena kecintaannya terhadap konsep persatuan, Miftachul juga pernah mendesak pemerintah membuka peta persebaran COVID 19 hingga tingkat daerah paling rendah. Ia juga tak bosan-bosannya mengajak warga NU untuk berjalan maju, evaluasi, berinovasi, dan beradaptasi mengikuti perkembangan zaman.

Setali tiga uang dengan tema besar Munas X MUI November lalu, "meluruskan arah bangsa dengan Wasathiyatul Islam". dalam pidatonya Miftachul menekankan persatuan sebagai satu hal penting yang harus dijaga umat di seluruh Indonesia. Persatuan di sini adalah dengan tetap berpegang teguh pada dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945.

Secara tidak langsung, para ulama membenarkan bahwa arah bangsa kini sedang berbelok mata angin dan penuh dengan risiko timbulnya perpecahan. Bahkan, perpecahan terkadang datang dari kalangan ulama itu sendiri. Tujuan MUI, apalagi kalau bukan kembali menyatukan suara ulama membimbing umat kepada islam wasathiyah yang tetap mencintai NKRI.

Sejak awal Munas digelar, gembar-gembor akan diduetkannya pemimpin dari kalangan NU dan Muhammadiyah memang sudah bergema. Beberapa artikel bahkan sempat memprediksi Ketua Umum baru akan diambil dari kalangan ulama Muhammadiyah. Hingga akhirnya, di kursi Sekretaris Jenderal MUI, nama Amirsyah Tambunan muncul dan mulai menarik perhatian khalayak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun