Mohon tunggu...
Zera Zetira Putrimawika
Zera Zetira Putrimawika Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist

Detoxing for Discernment | Student of Education, Linguistics, Ushuluddin | I'm playing piano and badminton

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tragedi 31 Pekerja Trans Papua di Hari Papua Merdeka

5 Desember 2018   18:45 Diperbarui: 5 Desember 2018   22:15 1748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kompas.com/Hilda Alexander

Publik Tanah Air dikejutkan oleh peristiwa pembunuhan yang menimpa 31 pekerja proyek Trans Papua, di Kabupaten Nduga, Papua. Pelaku penembakan adalah Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB. Mereka membunuh 31 pekerja yang sedang membangun jembatan di Kali Yigi dan Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga.

Dilansir dari laman CNN Indonesia, awalnya KKB membunuh 24 pekerja pada 1 Desember lalu, sementara 7 pekerja lainnya berhasil melarikan diri dan bersembunyi di rumah salah seorang anggota DPRD setempat.

Namun, tak puas, KKB yang tampaknya teramat murka, nekat mengejar hingga ke lokasi persembunyian, dan membunuh ke-7 pekerja yang tersisa, sehari setelahnya. 

Menurut Kabid Humas Polda Papua, Ahmad Musthofa Kamal, satu orang pekerja lagi dikabarkan berhasil menyelamatkan diri, namun hingga kini belum diketahui keberadaannya.

Pastinya, hal pertama yang terbersit di benak masyarakat adalah motif di balik pembunuhan keji tersebut. Memang, sebetulnya kasus penyerangan yang terjadi di wilayah Papua bukanlah hal baru. Gerakan separatis maupun gerakan bersenjata kerapkali melakukan penyerangan, akan tetapi biasanya lebih banyak diarahkan kepada tentara, dan bukan kepada warga sipil. 

Pembunuhan yang menewaskan 31 pekerja ini, tentunya sebuah kejadian luar biasa yang cukup menggemparkan. Polisi dan TNI pun diminta untuk segera terjun ke lokasi, untuk melakukan evakuasi korban dan melakukan pengejaran terhadap pelaku.

Berdasarkan informasi terbaru yang dihimpun dari berbagai media, jenazah seluruh pekerja sudah dievakuasi, dan dibawa menuju Wamena.

Motif Penembakan Bukan karena Ideologi?

Lenis Kogoya, Staf Khusus Presiden Wilayah Papua, melalui sambungan telepon, pada program CNN Indonesia Prime News, Selasa malam 4 Desember 2018, menyebut bahwa peristiwa pembunuhan yang menimpa 31 pekerja adalah kasus terbesar sepanjang sejarah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. 

Selama ini, menurut penuturan Lenis, aksi nekat penyerangan oleh gerakan separatis di Papua, disebabkan oleh ketidakpuasan mereka, atau kemarahan mereka, terhadap kebijakan tertentu atau hasil pemilu yang tak sesuai harapan.

Lenis menegaskan, aksi penembakan 31 pekerja dianggapnya tidak sama sekali berkaitan dengan masalah ideologi.

Pernyataan Lenis, sejalan dengan pernyataan dari Kapolres Jayawijaya, AKBP Yan Pieter Reba. Mengutip dari laman Kompas, Yan menyebut motif yang menyulut api kemarahan Kelompok Kriminal Bersenjata adalah karena aksi salah satu pekerja, mengambil gambar saat kelompok itu melaksanakan upacara Hari Papua Merdeka.

Mengetahui kegiatannya direkam, kelompok itu lantas mengejar dan menghabisi nyawa puluhan pekerja, yang sejauh ini totalnya mencapai 31 orang, dan satu orang masih dalam pencarian setelah berhasil melarikan diri.

Memeriksa Kembali Kebutuhan Masyarakat Papua Saat Ini

Bila dilihat dari sudut pandang kesejahteraan, anggota Komisi I DPR RI, Martin Hutabarat menegaskan perlu adanya pendekatan yang berbeda, untuk mencegah kasus penyerangan dan pembunuhan ini kembali terjadi.

Dalam diskusi bersama ahli intelijen dan tenaga ahli dari Kantor Staf Presiden dalam program CNN Indonesia Prime News, Martin meminta pemerintah untuk melihat sisi lain dari kemarahan KKB. 

Salah satu penyebabnya, kemarahan mereka lantaran merasa tidak dilibatkan dalam pembangunan yang tengah gencar dilakukan di wilayah Papua.

Seperti diketahui, sejak Presiden Joko Widodo menjabat, pembangunan Trans Papua semakin dikebut. Berdasarkan data yang dikemukakan Martin, sebagian besar pekerja yang dipekerjakan dalam proyek Trans Papua, didominasi oleh warga pendatang.

Mengingat Papua adalah wilayah pedalaman yang jarang tersentuh tangan pemerintah, pemerintah sebaiknya fokus tidak hanya kepada pembangunan infrakstruktur semata, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan ekonomi masyarakat Papua.

Salah satu caranya, dengan melibatkan mereka dalam berbagai proyek pembangunan. Selain merasa dilibatkan dalam pembangunan wilayah tempat tinggal mereka, masyarakat Papua pun secara tidak langsung mengalami perbaikan ekonomi melalui upah kerja yang mereka terima.

Membangun Papua, tidak sama dengan membangun Jakarta. Masyarakat Papua memiliki kebutuhan yang berbeda pula dengan masyarakat Jakarta.

Setuju dengan istilah yang digunakan Martin Hutabarat, pendekatan 'hati' diperlukan untuk mencegah terjadinya 'rasa tidak dilibatkan' masyarakat Papua terhadap pembangunan yang dilakukan pemerintah.

Ryamizard Ryacudu: OPM Bertanggungjawab atas Pembunuhan 31 Pekerja

Berbicara mengenai pelaku pembunuhan, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, secara gamblang menyebut gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka atau OPM, adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas hilangnya nyawa 31 pekerja pembangunan Trans Papua. Apalagi, kejadian itu, berlangsung di saat mereka tengah merayakan Hari Papua Merdeka yang jatuh pada tanggal 1 Desember 2018.

Mengingat kejadian tersebut sudah sangat luar biasa dan memakan korban tidak sedikit, Menhan meminta polisi, TNI, hingga jajaran menteri terkait untuk tidak main-main dalam menyelesaikan kasus ini.

Menhan bahkan memberi ultimatum tegas kepada Kelompok Kriminal Bersenjata, untuk menyerah, atau diselesaikan secara tegas pula.

Walaupun motif utama pembunuhan ini karena kemarahan KKB melihat kegiatannya direkam tanpa izin, namun perlu diingat, OPM dibentuk karena adanya ambisi memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Oleh karena itu, permasalahan kriminal ini bukan lagi ranah kepolisian, tetapi harus melibatkan TNI karena berkaitan dengan upaya pemberontakan.

Jangan Takut, Pembangunan di Papua Harus Tetap Jalan

Aksi pembunuhan keji terhadap 31 pekerja Trans Papua, harus menjadi bahan pelajaran pemerintah, untuk kembali meneliti dan memetakan risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam tahap pembangunan tersebut.

Pemerintah sejatinya tidak perlu menghentikan pembangunan, namun harus melakukan upaya preventif agar tidak terjadi lagi kasus mengerikan serupa. 

Selain menggunakan sudut pandang kesejahteraan, pemerintah harus juga menyiapkan keamanan, di wilayah yang dianggap rawan dengan Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB.

Apalagi, terungkap bahwa wilayah Distrik Yigi, tempat insiden terjadi, merupakan daerah yang memiliki medan sulit untuk dijangkau dan perlu berbagai proteksi lebih dalam melakukan pembangunan di sana.

Tentunya, selain memperhatikan kesejahteraan masyarakat Papua yang terdampak pembangunan, pemerintah harus menjamin keamanan para pekerja, baik berasal dari wilayah Papua maupun yang merupakan pekerja pendatang dari wilayah lain.

Lalu, bagaimana idealnya hukuman untuk pelaku? Apakah pemerintah benar-benar siap dan serius untuk membantai segala bentuk gerakan separatis hingga ke akar-akarnya? Tentu, aksi selanjutnya dari pemerintah untuk mengungkap kasus ini, yang akan menjawab segala pertanyaan itu

(Penulis turut berduka cita, atas meninggalnya 31 pekerja pembangunan Trans Papua. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan keikhlasan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun