Mohon tunggu...
Zen Siboro
Zen Siboro Mohon Tunggu... Freelancer - samosirbangga

Terkadang suka membaca dan menulis. Pencumbu Kopi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi Awal 2021 (Terima Kasih Covid-19)

18 Januari 2021   23:19 Diperbarui: 18 Januari 2021   23:20 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kita Indonesia. Pic source: parokivianney.org

Kita semua tentu sepakat bahwa 2020 sudah menjadi salah satu tahun yang sangat sulit. Di antara berbagai persoalan sosial, ekonomi, dan politik masyarakat yang senantiasa bergulir, keadaan tersebut terasa semakin sulit tatkala Covid-19 hadir di tengah-tengah kita semua. Kedatangannya yang sangat mendadak dan masif, tentu saja membuat siapapun dan di wilayah manapun sudah pasti kelabakan karenanya.

Kehadirannya segera menjadi momok menakutkan secara global. Isak tangis nyaris terdengar di setiap sudut wilayah di dunia, sebab kita seolah dihadapkan pada satu fase peperangan tanpa visualisasi lawan yang jelas, dan tidak dapat kita lawan dengan teknologi secara mudah. Namun uniknya, peperangan tersebut dapat kita lawan dan menangkan hanya dengan kontrol diri secara personal.

Namun di balik isak tangis dan rasa duka mendalam yang muncul atasnya, mungkin tidak terlalu munafik kalau kita mengucapkan rasa terimakasih yang besar padanya. Sebab tidak bisa dipungkiri, banyak hal yang akhirnya menjadi pelajaran berharga bagi kita manusia. Secara khusus bagi kita yang selama ini sangat abai akan kesehatan.

Sejak kehadiran Covid yang mendunia dan menjadi virus ter-Hits sepanjang tahun 2020, kita akhirnya menyadari bahwa alam sedang dalam kondisi "tidak baik-baik" saja. Seperti Jakarta contohnya, sudah lama dalam beberapa dekade terakhir warga Jakarta tidak dapat menikmati langit dan udara yang jernih pada pagi dan sore hari. Namun akibat pandemi Covid dan kebijakan PSBB yang membatasi ruang gerak masyarakat dan kendaraan di ibu kota, polusi udara di Jakarta sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Demikian pula pada beberapa belahan bumi lainnya. Kita dapat menyaksikan bagaimana bumi mengalami pemulihan sedikit, atas apa yang selama ini membebani dirinya. Bumi tampak tersenyum kembali meskipun harus dibarengi dengan duka mendalam pada warganya.

Atas kehadiran Covid 19, pada akhirnya kita juga merasakan bagaimana rasanya terkurung tanpa boleh bepergian kemanapun alias "lockdown". Sedikit banyak hal ini mengajarkan kita bagaimana rasanya menjadi hewan yang selama ini dieksploitasi secara berlebihan tanpa memiliki ruang gerak yang bebas di habitatnya. Baik untuk tujuan hiburan, maupun untuk dijadikan sebagai bahan penelitian.

Sementara itu bagi kita dalam konteks mahkluk sosial, Covid juga mengajarkan kita betapa berharganya waktu. Ruang gerak yang terbatas tentu membuat kita lebih merasakan apa artinya "rindu". Baik bertatap muka secara langsung dalam tali silaturahmi, maupun sekedar berkumpul makan malam bersama dengan keluarga.

Mengapa hal ini menjadi penting? Karena tentu tidak mudah bagi kita dan bagi mereka yang menjadi tenaga kesehatan khususnya, untuk menghabiskan waktu tanpa bertemu keluarga, serta harus menghabiskan waktu belasan jam di RS dengan meninggalkan keluarga. Bagi para pelajar, maupun pekerja profesional lapangan, tentu saja hari demi hari harus dilewati tanpa aktivitas luar ruangan alias daring, baik sektor pendidikan, ekonomi, hiburan, bahkan pemerintahan.

Kedatangan Covid juga akhirnya menunjukkan pelajaran baru bagi kita. Sekalipun situasi sedang gawat dan penuh lara, tidak menutup kemungkinan apapun bagi seseorang dalam berbuat tindak kejahatan. Terbukti bantuan sosial yang seharusnya tersalurkan bagi banyak orang, ternyata tidak luput dari ladang basah tindak pidana korupsi oleh beberapa pihak yang tidak bertanggungjawab.

Bagi mereka yang senantiasa konsisten berbuat kebaikan dengan bersedia berbagi rezeki, juga menjadi sebuah bukti baru hari ini. Bukti tersebut memberikan gambaran bahwa di antara kita juga masih banyak yang tergerak hatinya untuk tetap menebar kebaikan. Dimana hal ini juga dibarengi dengan kepentingan membantu yang tulus di balik aksinya.

Dalam situasi Covid ini pula kita diajarkan untuk senantiasa tegar dalam hidup ber-demokrasi. Kita tetap "kekeuh" melaksanakan pilkada serentak pada bulan Desember lalu meskipun dalam kondisi pandemi. Dengan kata lain, terbuktilah sudah bahwa "demokrasi" sebagai asas negara merupakan harga mati dalam hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun