Sarat Kepentingan Politis
Eksistensi bantuan sosial dan zona hijau yang tak kunjung diterapkan pada daerah seperti Samosir kian menjadi sebuah keadaan yang sarat akan kepentingan politis. Bantuan sosial yang diberikan oleh para kandidat menjelang pemilukada, seolah menjadi sebuah alasan untuk belum membuka diri secara resmi. Padahal faktanya masyarakat bukan sekedar membutuhkan bantuan sosial dalam bentuk materi maupun non-materi, termasuk juga akses untuk menjalankan usaha yang salah satu sumbernya adalah wisatawan luar Samosir.
Bantuan sosial yang diterima masyarakat dari para calon peserta pemilukada seolah mendapat legitimasi dari situasi Pandemi. Atas nama kemanusiaan bantuan tersebut seolah lepas dari panggung dan brand politik, serta konflik kepentingan, didukung pula belum adanya pendaftaran resmi calon kepala daerah oleh KPU. Begitu juga bagi masyarakat yang menerima seolah terlepas dari keterikatan deal politik, meskipun pemberian bantuan tersebut dilakukan oleh beberapa orang calon kandidat.
Mempertahankan kebijakan yang dilakukan pemerintah Samosir saat ini dan bantuan yang tetap berjalan membuat kondisi ini kental akan nuansa politik. Baik dilakukan calon petahana sebagai representatif bantuan pemerintah, juga oleh peserta baru yang masih akan mencalonkan diri. Meski faktanya tidak semua elemen masyarakat membutuhkan jenis bantuan yang sama.
Citra vs Roda Ekonomi
Daerah seperti Samosir yang menjadikan pariwisata sebagai sektor utama pendapatan daerah tentu membutuhkan pemulihan yang cepat. Pemulihan tersebut tentu membutuhkan arus masuk pengunjung yang stabil. Pun juga semakin cepat pariwisata pulih, semakin cepat pula sektor sosial dan ekonomi lainnya yang ikut pulih. Â
Eksistensi ekonomi yang sempat lumpuh akibat Pandemi akan semakin sulit bangkit kembali dengan belum diterapkannya normal era baru secara resmi. Sementara bantuan sosial yang terus berjalan senantiasa menjadi media membangun citra calon, tentu berbanding terbalik dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Para pelaku usaha pariwisata yang menjadi andalan pendapatan daerah, tentu lebih membutuhkan kehadiran pengunjung daripada bantuan sosial yang diberikan pemerintah.
Dalam situasi ini tentu saja tidak menampik asumsi bahwa citra calon pemimpin menjadi hal yang lebih penting daripada eksistensi ekonomi masyarakat. Bantuan sosial yang tingkat urgensinya bersifat temporer seolah menjadi komoditas panggung politik antar calon pemimpin. Mungkin juga muncul asumsi bahwa status terkunci tersebut sengaja dipertahankan agar bantuan sosial tetap berjalan demi membangun citra diri.
Jebakan Politik Pandemi
Ditengah berbagai asumsi yang bergulir mengenai kebijakan pemerintah daerah seperti Samosir ini, tentu membuat kita semakin was-was menjelang pemilu setelah Pandemi. Harus diakui pada akhirnya kebijakan yang senantitasa terlihat seolah "mengunci diri" secara lokal pada daerah yang sudah dikategorikan zona hijau bisa menjadi sebuah jebakan politik. Jebakan yang dapat membuat masyarakat terperangkap dalam euforia bantuan sosial, atas nama kemanusiaan.