Mohon tunggu...
Zelly Noorochim
Zelly Noorochim Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuluh Kehutanan Muda

ASN pada KPH Batu Tegi Dinas Kehutanan Provinsi Lampung

Selanjutnya

Tutup

Money

Regulasi untuk Mengembangkan Potensi Hutan Lestari

8 April 2021   12:30 Diperbarui: 8 April 2021   12:35 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

"REGULASI UNTUK MENGEMBANGKAN POTENSI HUTAN LESTARI"

Oleh : Zelly Noorochim

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Termasuk salah satunya adalah kaya akan berbagai macam jenis kayu alam dan kayu budi daya. Indonesia memiliki sekitar 4.000 jenis pohon, yang berpotensi untuk digunakan sebagai kayu bangunan. Akan tetapi hingga saat ini hanya sekitar 400 jenis (10%) yang memiliki nilai ekonomi dan lebih sedikit lagi, 260 jenis, yang telah digolongkan sebagai kayu perdagangan (sumber : Wikipedia.org). 

Indonesia memiliki bahan baku kayu yang besar dan tercatat sebagai salah satu negara pengekspor terbesar di dunia saat ini. Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal pada situs kompas.com, meskipun jadi eksportir kayu terbesar di dunia namun tidak berbanding lurus dengan produk turunan yang bisa dipasarkan di pasar internasional, misalanya furnitur. Berdasarkan data terakhir, Indonesia berada di posisi 17 di dunia sebagai negara eksportir furnitur.

Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo mengatakan, total nilai ekspor kayu olahan Indonesia tahun 2019 sebesar US$ 11,64 miliar, turun 4% dari nilai ekspor tahun 2018 sebesar US$ 12,13 miliar. Penurunan ekspor kayu Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah kurangnya pasokan bahan baku dan rumitnya pengurusan izin ekspor kayu di Indonesia. 

Pada Kegiatan kerja sama Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Australian Center for International Agricultural Research, diungkapkan oleh Lukas rumboko wibowo, Indonesia mengalami obesitas regulasi.  Jumlah regulasi saat ini mencapai 42.996, terdiri dari 15.965 peraturan daerah, 4.164 peraturan lembaga, 14.453 peraturan menteri dan 8.414 peraturan pusat.  Dengan banyaknya regulasi yang ada di Indonesia mempengaruhi perkembangan di sektor kehutanan. Nilai kontribusi sektor kehutanan pada PDB nasional mengalami penurunan mulai tahun 2000 sebesar 1,2 % dan di tahun 2019 sebear 0,6 %.

Pada kegiatan talk show yang dilaksanakan pada tanggal 7 April 2021, diungkapkan oleh pengusaha kayu yang ada di Lampung bahwa tidak ada pembeda nilai jual produk kayu yang memiliki SVLK dengan yang tidak. Sedangkan pengurusan SVLK sangat sulit sekali dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Padahal SVLK sendiri sangat baik diterapkan pada industri kayu yang ada di Indonesia. Dengan penerapan SVLK akan dapat meminimalisir illegal logging yang banyak terjadi pada kawasan hutan Indonesia. Penerapan SVLK akan memudahkan penelusuran asal usul kayu yang beredar dan diperdagangkan.

Melalui program perhutanan sosial yang saat ini sedang digaungkan oleh kementerian kehutanan dan lingkungan hidup dengan skema hutan adat, hutan desa, hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan dan  kemitraan kehutanan. Pemerintah sedang menata pengelolaan hutan yang ada di Indonesia. Disampaikan oleh kepala dinas kehutanan provinsi Lampung pada talk show  "penguatan perhutanan sosial : menghubungkan hasil riset dengan kebijakan, petani dan pasar", 85 % kawasan hutan sudah dikelola oleh masyarakat. 

Artinya kawasan hutan yang ada di Lampung memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan ekonomi masyarakat Lampung. Salah satu potensi yang belum dikelola dengan baik adalah kawasan hutan produksi. Regulasi yang ada saat ini masih menyulitkan pengelolaan dan pengembangan tanaman kayu pada hutan produksi. Pemilihan tanaman kayu sendiri kurang diminati oleh masyarakat yang mengelola kawasan hutan produksi, karena masa tunggu yang lama dan nilai jual yang tidak sebanding dengan biaya penanaman dan perawatan tanaman kayu.

Dari penilaian responden hasil penelitian efektifitas dan efisiensi regulasi yang dilakukan oleh Drs Lukas Rumboko Wibowo M.Sc. Phd dan tim dihasilkan beberapa penilaian tentang perkembangan industri kayu yang ada, yaitu : regulasi yang rumit, kekurangan bahan baku, kualitas kayu rendah, kurang insentif dan biaya transaksi masih tinggi. Hal ini menunjukkan banyaknya hambatan dalam pengembangan industri kayu.

Aturan dalam penatausahaan hasil hutan kayu sangat penting diterapkan, tetapi jangan sampai aturan -- aturan tersebut malah menghambat perkembangan pengelolaan hasil hutan kayu baik yang berasal dari hutan negara maupun hutan hak. Bagaimana Regulasi dan revitalisasi industri kayu rakyat dapat meningkatkan PDB sektor kehutanan perlu keterkaitan berbagai pihak, mulai dari pemerintah kabupaten, daerah dan pusat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun