Mohon tunggu...
Zefanya SeptianiHaryanto
Zefanya SeptianiHaryanto Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

mahasiswa uajy prodi komunikasi 20

Selanjutnya

Tutup

Film

Perjuangan dalam Penayangan Senyap (The Look of Silence) (2014)

17 September 2022   20:59 Diperbarui: 17 September 2022   21:23 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Senyap (The Look of Silence) (2014) merupakan sebuah film yang disutradarai oleh Joshua Oppenheimer yang berasal dari Amerika. Film ini merupakan sebuah sekuel dari film Jagal (The Act of Killing (2012) yang menceritakan terkait pembantaian yang dilakukan oleh PKI. Film ini cukup menarik perhatian dari berbagai khalayak karena seperti menceritakan sisi lain dari G30SPKI.

Senyap (The Look of Silence) (2014), tidak hanya banyak dikenal di Indonesia tetapi juga cukup dikenal dalam kawasan global. Hal ini sendiri merujuk kepada produser film ini merupakan gabungan produser dari beberapa negara. Film dokumenter ini juga menarik perhatian khalayak karena mengangkat cerita melalui sudut pandang lain yang tidak dilihat oleh khalayak.

Dalam Senyap (The Look of Silence) (2014) dapat kita lihat bahwa Adi, sangat geram terhadap para pelaku pada saat itu. Berkedok dengan menjualkan kacamatanya, Adi sambil menyelami apa yang membuat para pelaku melakukan hal keji tersebut. Namun, usaha Adi tidak membuahkan hasil yang sepadan karena para pelaku malah memberikan pernyataan untuk melupakan masa lalu.

Dokumenter dalam film Senyap (The Look of Silence) (2014) tentunya sangat menarik untuk dibahas. Selain itu, film ini juga dianggap mengandung berbagai nilai positif jika dilihat melalui sudut pandang tertentu. Usaha dalam produksi film juga membuat film ini menjadi menarik untuk dibahas.

Sayangnya, Senyap (The Look of Silence) (2014) dinilai cukup kontroversial dan mendapat penolakan tayang yang berasal dari sejumlah daerah di Indonesia. Padahal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai bahwa film ini dapat menjadi sarana edukasi masyarakat agar kekerasan HAM pada tahun 1965 tidak terjadi lagi.

Penolakan tayang Senyap (The Look of Silence) (2014), digadang-gadang terjadi akibat muatan dalam film yang dimana mengandung kekerasan. Selain itu, beberapa pihak merasa bahwa konten dalam film ini dapat memicu gesekan antar suku. Namun, penolakan penayang film ini ternyata didukung oleh regulasi yang ada di Indonesia.

Indonesia sendiri memiliki berbagai regulasi dan kebijakan terkait penyebaran film dan sensor di dalam film. Penarikan film dan iklan film juga diatur dalam Undang-Undang tersebut. Sehingga penolakan penayangan Senyap (The Look of Silence) (2014) memang dapat dilakukan dan tidak melanggar regulasi apapun.

Sedangkan jika merujuk kepada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009, sensor film sendiri dapat kita pahami sebagai penentuan terkait penampilan film dan iklan film terhadap khalayak. Selain itu, penyensoran terhadap film mencakup isi film dalam aspek kekerasan, perjudian, dan narkotika; pornografi; suku, ras, kelompok, dan/atau golongan; agama; hukum; harkat dan martabat manusia; dan usia penonton film.

Berdasarkan hal tersebut, dapat kita lihat bahwa dalam Senyap (The Look of Silence) (2014) terdapat kekerasan karena film tersebut menceritakan tentang pembantaian. Tentu saja hal tersebut menyebabkan film ini sulit untuk mengantongi izin lulus sensor. Benar saja bahwa pada saat penolakan tayang Senyap (The Look of Silence) (2014) masih berusaha untuk mengantongi izin lulus sensor.

Selain itu, berbagai pihak juga mengkhawatirkan akan terjadi gesekan antar kelompok karena film ini sendiri mengangkat tema yang merupakan hal yang sensitif dalam khalayak Indonesia. Berdasarkan hal tersebut penentangan akan penayang film ini pun banyak terjadi di berbagai kota di Indonesia. Pada akhirnya Senyap (The Look of Silence) (2014) ditayangkan secara terbatas saja dan tidak disiarkan dalam bioskop.

Referensi:

Astuti, R.A. V. (2022). Filmologi Kajian Film (1st ed.). UNY Press.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun