Mohon tunggu...
Zeanonim
Zeanonim Mohon Tunggu... -

commoner yang terjebak di belantara Ibukota, mencari sesuap nasi melalui hal-hal ghaib (IT) dan penikmat keindahan dari secercah cahaya (photography)

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pemimpin Non Muslim dan Bank Ribawi

11 Februari 2017   15:30 Diperbarui: 11 Februari 2017   16:14 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biarkanlah mereka memilih pemimpin non muslim sebagaimana kita membiarkan tumbuhnya Bank Ribawi. Saya tidak sedang membenarkan keduanya, hanya sekedar mengungkapkan fakta yg mungkin sedikit agak pahit.

Berbicara pemimpin atau calon pemimpin khususnya di ibukota ini, faktanya umat Islam (diwakili oleh partai2) gagal menghadirkan (dalam artian luas) calon yang "lebih superior" dibanding yang saat ini menjabat, karena ga beda jauh suka ga suka petahana jadi alternatif pilihan yang dapat diartikan sebagai sebuah pembiaran

Sebagaimana urusan pemimpin, urusan bank juga lebih parah lagi, untuk negara dengan 90% adalah penduduk muslim, ternyata pangsa pasar dan pertumbuhan Bank Syariah masih sangat kecil dibanding Bank Ribawi, dan pastinya yang jadi nasabah dan pegawai dari bank - bank ribawi tersebut sebagian besar adalah umat Islam, dan ini adalah sebuah pembiaran yang lebih masif

Saya belum menemukan sebesar apa dosa memilih pemimpin kafir, tetapi "konon" dosa riba paling ringan adalah setara berzina dengan Ibu kandung sendiri. Jika untuk urusan pemimpin muncul ulama - ulama yang keras dan lantang menentang dan melarang hingga di masjid - masjid, sementara urusan riba ternyata masih adem ayem, hanya segelintir aktifis ekonomi syariah saja yang bergerak, padahal semua ulama sepakat bahwa riba itu jelas haram dan efek dari riba itu tidak hanya terbatas hingga 5 - 10 tahun. Ga perlu heran, karena ini sekedar masalah kepentingan, tidak murni soal agama (IMO)

Bahkan dari debat paslon gubernur DKI Jakarta, salah satu paslon yang keduanya muslim nyata - nyata mengusung program yang melibatkan bank daerah yang pastinya ribawi, dan hingga saat ini belum ada pemimpin daerah (selain Aceh yang memang menerapkan hukum syariah) yang berani mengubah bank daerah menjadi murni syariah. Kalau kata teman saya, kita ini sesungguhnya sedang berpesta riba.

Bagi pengguna bank ribawi, masing - masing sudah memiliki alasan tersendiri untuk tetap menggunakannya (termasuk saya) sebagaimana masyarakat yang sudah bertekad untuk memilih pemimpin non muslim, dua - duanya sudah punya justifikasi dan pembelaan. 

Tiap orang berada dalam kondisi berbeda dan punya pertimbangan dalam pilihannya masing - masing, dan punya jalan dan cara berproses yang berbeda - beda, yang penting masing2 paham atas konsekuensi pilihannya

Ini adalah PR para ulama untuk menyediakan ekosistem kepemimpinan (partai / organisasi politik) yang berkualitas dan ekosistem ekonomi syariah (jaringan institusi finansial) yang benar - benar layak menggantikan yang ada saat ini secara nyata, teruji dan terbukti, tidak hanya sekedar andai, jika, dan akan (jika atau seandainya menerapkan khilafah maka akan...)

Jadi sebelum ulama bisa menyediakan hal diatas.. biarkanlah keduanya, cukup sampaikan apa yang harus disampaikan secara baik - baik, yang sudah menetapkan pilihan pada pemimpin muslim atau sudah meninggalkan bank ribawi tidak perlu membanggakan diri telah menjalankan Islam secara kaffah, merasa lebih baik, atau pamer, apalagi mengata - ngatai atau mengintimidasi bahwa yang belum menjalankannya adalah termasuk orang munafik atau bahkan kafir. 

Ngomong - ngomong nih... salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia belum lama ini meluncurkan kartu keanggotaan yang di bundling dengan kartu debit dari salah satu bank ribawi terbesar di Indonesia, mantab kan ;) ? 

disclaimer : ini adalah opini pribadi, silahkan sependapat atau tidak sependapat, itu hak dan urusan masing - masing, tidak perlu capek - capek ngajak debat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun