Mohon tunggu...
Fauzia Noorchaliza Fadly Tantu
Fauzia Noorchaliza Fadly Tantu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang bertumbuh

Berjejak, tak berjasad

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Keluarga Samudera, Jangan Trauma pada Ombak Lautan

19 Oktober 2018   07:27 Diperbarui: 19 Oktober 2018   08:44 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena badai yang sempat datang, sampai lupa hari ini sudah 20 tahun mamah dan papah bersama. Tahun-tahun sebelumnya selalu ada bait-bait puisi yang menjadi hadiah sederhana. Menghabiskan malam panjang bersama dan bercengkrama di ruang keluarga. Menikmati masakan hasil kolaborasi mamah dan papah, pertengkaran ade dan fathan yang selalu ada, juga doa bersama yang khusyuk. 

Tanggal ini selalu berkumpul di ruang keluarga dan papah mendatangi kami satu-satu lalu membelai rambut anak-anak dan istrinya bergantian dan menciumnya. Merapal doa lalu mencium ubun-ubun. Hal itu sering papah lakukan. Sambil berkata "uh, istriku, sayangku, alhamdulillah kita selalu bersyukur, terimakasih" pada mamah, dan "uh, anak papah, penerus papah, jadi anak shaleh dan shalehah. Selalu bersyukur, sayang" pada kami bertiga.

Papah memang romantis. Mamah juga selalu mencium pipi kami satu-satu ketika tidur. 

Tahun ini berbeda. Allah menguji keluarga kami dengan cobaan yang besar. Menguji rasa bersyukur, menguji kesabaran. Alhamdulillah, rasa syukur malah bertambah setelah cobaan datang. Tabah dan sabar yang sedang berproses menjadi bertambah kadarnya dalam hati. Tahun ini Allah percaya bahwa kita kuat. Jauh lebih kuat dari pada gempa 7,7 SR yang membuat rumah yang hangat menjadi terasa penuh hawa mencekam. Jauh lebih tegar dari pada karang yang diterjang Tsunami. Jauh lebih tabah meski halaman rumah penuh mayat bergelimpangan.

Mamah, Papah, percayalah. Zaza, Ade, dan Fathan siap mulai dari 0. Kita siap memulai semuanya dari awal. Dari titik 0 lagi. Kita sedang mengumpulkan tenaga dan kekuatan baru untuk terus berproses. Kita tidak boleh terus tenggelam dalam duka. Karena kita manusia pilihan Allah yang kuat di beri cobaan ini. Zaza tetap mencintai matahari, pasir, dan pantai seperti dulu. Yakin pasti kita akan kembali berkemah di tepi pantai dan menyelam melihat dunia di bawah sana. Kita kuat.
.
Selamat usia pernikahan yang sudah kepala dua. , anak rantau kalian, zaza.

Dari Zaza di Bogor. Teruntuk bagian besar dalam hidup yang sedang berjuang menyambung nafas di pengungsian, Mamah, Papah,  Ade, dan Fathan. Semoga akan ada waktu dimana rasa trauma hilang dan kita kembali berkejaran di pantai. Ditemani fajar, juga senja. Api unggun di bawah langit penuh bintang, dan cengkrama yang jauh lebih hangat dari api unggun. Menghabiskan waktu menyaksikan kehidupan di bawah lautan, juga banyak hal lain menyenangkan yang biasa kita habiskan di akhir pekan, di lautan.

Bogor, 11 Oktober 2018.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun