Mohon tunggu...
Zayn Al Muttaqien
Zayn Al Muttaqien Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Seorang umat biasa yang ingin menjadi MUTTAQIEN sesuai namanya, dan menjadi MUSLIM sesuai agamanya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Abstrak dan Mempertanyakan Kesanggupan Guru untuk Menjadi Guru

11 Juni 2019   10:25 Diperbarui: 11 Juni 2019   10:28 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh Zayn Al Muttaqien

Usianya belum genap tiga tahun. Kata-kata yang meluncur renyah dari bibirnya pun tak bisa diterjemahkan spontan; perlu penalaran. Namun di balik itu, keinginannya melebihi para dewasa. Bila akan menggambar, misalnya, haruslah disediakan kertas terbagus dan crayon terbaik.

Itulah karakter unik Ressi, bocah laki-laki yang masih sering menangis dan 'mendemo' ibunya acapkali keinginannya tak terpenuhi.

"Uto ... uto ..." ucapnya seraya hilir mudik menciptakan kepanikan.

Seakan terbiasa, sang ibu langsung menyiapkan kertas dan crayon terbaik tersebut. Ya, Ressi ingin menggambar Naruto, tokoh kartun idolanya.

Tak boleh ada yang mengganggu. Ressi pun bersila dengan konsentrasi penuh. Beberapa jenak kemudian 'Naruto' ciptaan Ressi pun selesai. Melihat hasilnya, sang ibu tersenyum geli.

Dalam pandangan dewasa, Ressi bukanlah menggambar Naruto. Dia hanya menggariskan crayon secara tak beraturan. Hasilnya pun gampang ditebak; gambar abstrak yang tidak bermakna.

Pendidikan Abstrak

Cerita Ressi hanyalah ilustrasi. Yang ingin saya tuliskan sesungguhnya tentang pendidikan.

Ternyata 'kurikulum' yang jelas (gambar Naruto), 'sarana dan prasarana' yang memadai (crayon dan kertas terbaik milik Ressi), atau 'proses belajar mengajar' yang kondusif (Ressi tak mau diganggu jika sedang menggambar), bukanlah jaminan untuk menghasilkan output yang bermutu. Ressi masih perlu meningkatkan kemampuan dirinya untuk memiliki keterampilan dan kompetensi.

Ressi hanyalah subyek. Di dalam dunia pendidikan, subyek adalah guru yang memiliki tanggungjawab penuh dalam menghasilkan output yang mutual.

Kurikulum yang baik, sarana dan prasarana yang memadai, serta proses belajar yang kondusif, bukanlah faktor penjamin bagi terpenuhinya hasil didik yang diinginkan sesuai indikator pencapaian. Kapabilitas sang guru masih perlu dipertanyakan. Sudahkah para guru kita benar-benar sanggup menjadi guru. Bila masih coba-coba mendidik, hasil yang dicapai pun pastilah masih abstrak. Sangat susah untuk dimaknai.

Sebagaimana Ressi, snag pendidik di lingkungan pendidikan adalah 'Sang Perupa'. Sebagai perupa, haruslah memiliki kompetensi.

Ah, inilah mungkin yang tidak disadari Ressi, bahwa sesungguhnya ia belum bisa menggambar. Cepatlah 'besar', nak, karena sebagai 'perupa' gambarmu belum berupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun