Oleh Zayn Al Muttaqien
Setiap malam, istriku bercerita, ia merasa tak nyaman dengan ayam tetangga.Â
Berulangkali, di pagi hari, ketika hendak memberi makan ayam betina miliknya yang baru beranak, kandang sudah dipenuhi dengan ayam-ayam tetangga. Ada dua ayam tetangga yang sangat 'bandel'. Satu ayam jantan dan satu lagi ayam betina yang juga baru beranak.
"Apa yang punya ayamnya tidak peduli, ya? Lama-lama saya obrak abrik, tuh, ayam!" Istriku menggerutu. Aku hanya diam setiap kali mendengarkan kisah-kisah istriku dalam melewati hari-harinya.
Pagi ini, aku lebih dahulu bangun dari istriku. Mengendap ke dapur, mengintip sebentar situasi kandang ayam. Aku ingin tahu, apa sebenarnya yang setiap pagi terjadi di kandang ayam hingga membuat istriku tak nyaman.
"Ada apa, pak?" tanya istriku yang ternyata ikut bangun membuntutiku.
"Bapak mau usir, tuh, ayam-ayam tetangga!" jawabku tanpa menoleh. Istriku pun tak lagi banyak bertanya. Ia langsung ke kamar mandi.
Benar saja. Setelah kubuka pintu belakang, banyak ayam-ayam tetangga berseliweran di kandang ayam kami. Ada seekor jantan hitam yang tengah berdiri gagah didampingi seekor betina dengan empat anaknya yang masih kecil. Mungkin ke dua ayam ini yang selalu membuat istriku gusar.
Aku merasa tertantang. Demi membantu istriku, Â tanpa pikir panjang, sebongkah tanah melayang.
Keok ...keok ...keok ... si jantan itu langsung terbang ke luar pagar. Sedangkan yang betina, ia lari pontang-panting ketakutan. Anehnya, ia tidak terbang mengikuti si jantan, tapi keok ..keok ..keok mengitari pagar bawah di areal kandang.
Mendapati celah pintu belakang yang tadi terbuka, ayam betina itu masuk dapur, tanpa mempedulikan lagi keempat anaknya yang masih kecil.