Mohon tunggu...
Zatil Mutie
Zatil Mutie Mohon Tunggu... Guru - Penulis Seorang guru dari Cianjur Selatan

Mencintai dunia literasi, berusaha untuk selalu menebar kebaikan melalui goresan pena.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Kisah di Raudhah

6 Januari 2021   17:13 Diperbarui: 6 Januari 2021   17:22 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar latar: pinterest.com

Kabut masih setia menyelemuti pelataran bangunan megah bercat putih berkolaborasi dengan hijau. Kubah keperakan menjadi ciri khas tempat yang akan dipadati para santriyat* dan santriyin* ketika akhir pekan menyambut. Aula yang mirip yang mirip dengan bangunan masjid ini memang ikon unik di sekolah kami.

Aku adalah siswi pindahan sekaligus santriyat baru di madrasah aliyah terpadu ini. Sebenarnya ini pilihan Kakak yang over protective dalam mengawasi adik perempuan bontotnya. Ya, sejak ketahuan dikunjungi teman-teman sekelas--yang salah satunya--berusaha pedekate sejak masuk di bangku putih-abu.

Cinta monyet mulai melandaku saat itu, dan mungkin hal ini yang menyebabkan Kakak naik pitam. Sejak aku dititipkan untuk sekolah bersama Kakak, memang dunia remajaku bak burung dalam sangkar. Kalian tahu? kakakku itu killer bukan main. Maklum beliau mantan lurah santriyat di pondok pesantrennya dulu.

Berbagai pikiran buruk menghampiri benak. Sejak menginjakkan kaki di sekolah baru dengan penuh kekesalan. Perlahan aku mulai beradaptasi, apalagi saat mendapat teman baru bernama Aini. Gadis manis, murah senyum dan baik hati. Seperti siang itu, dia mengajakku mengikuti perekrutan anggota Osis baru. Walau sedikit malas, tapi karena kasihan, aku mengikuti langkahnya dengan gontai.

***
Pandangan kuedarkan ke setiap penjuru aula, hingga berhenti tepat pada sesosok pengurus Osis yang sibuk memberikan formulir pendaftaran. Siswa bertubuh jangkung dengan kulit putih dan mata sipit. Peci hitam menambah ketampanannya yang seketika menghipnotis bak seorang Arjuna.

"Ni, itu siapa yang ngasih formulir sama kamu tadi?" bisikku sambil mencolek tangan Aini.

"Oh, itu. Namanya Kak Sidqi, kelas 2 Bahasa, dia jago seni, loh!" serunya sambil mengisi formulir.

"Sttt! Jangan kenceng-kenceng. Malu tau, kedengeran yang lain," timpalku sambil mencubit pipi tembamnya.

"Hayooo ... kamu naksir, ya, ama dia?" Lagi-lagi si comel itu berkicau.

"Ish! Kau ini, aku nanya doang, emang gak boleh?"

"Tapi ... baru kali ini kamu nanyain cowo yang ada di sekolah kita, loh. Bukannya selama ini kamu masih nunggu siapa itu, pacar di sekolah lamamu?" Aini mendongak sambil cekikikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun