Mohon tunggu...
Zatil Mutie
Zatil Mutie Mohon Tunggu... Guru - Penulis Seorang guru dari Cianjur Selatan

Mencintai dunia literasi, berusaha untuk selalu menebar kebaikan melalui goresan pena.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merabun Kemean, Ritual Mandi Darah di Rawas Ilir

19 Oktober 2020   23:44 Diperbarui: 20 Oktober 2020   00:05 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ritual mandi darah. Dok. Bongkah.id

Indonesia memiliki beragam suku yang tersebar di seluruh kepulauan Nusantara. Setiap suku memiliki adat istiadat dan kebudayaan yang unik dan masih dilestarikan. Salah satunya ritual Merabun Kemean di darah Muratara, Rawas Ilir. 

Adat istiadat ini memang sedikit horor. Merabun Kemean alias mandi darah masih dilaksanakan di desa Pauh, Rawas Ilir. Anda pasti penasaran, kan? Yuk kita ulas ritual unik ini.

Bagi sebagian orang mensyukuri anugerah atau suatu kebahagiaan akan dilaksanakan dengan suatu syukuran atau perayaan. Berbeda dengan adat di desa Pauh ini.

Jika ada seseorang anggota keluarga yang mampu menjalani pendidikan hingga ke perguruan tinggi dan meraih gelar sarjana. Maka, keluarga besarnya akan membayar nazar yaitu menyembelih hewan berkaki empat seperti: Sapi, atau kerbau.

Darah dari sapi atau kerbau yang disembelih kemudian dikumpulkan dalam wadah. Kemudian keluarga akan memandikan si anak yang telah lulus kuliah dengan darah hewan ternak tersebut.

Tradisi turun temurun ini selain berfungsi sebagai pembayar nazar juga sebagai doa agar diberikan keberanian, tak mudah sakit dan selalu ingat tanah kelahiran.

Prosesi ritual ini dimulai dengan memakai celana pendek khusus tanpa pakaian atau kain penutup badan untuk laki-laki. Dan untuk perempuan memakai jarik untuk dipakai hingga menutupi dada.

Yang memandikan ini pertama kali dipimpin tetua atau sesepuh keluarga. Lalu bergiliran dengan anggota keluarga lainnya. Ritual mandi darah ini akan diiringi doa yang dilantunkan oleh para sesepuh.

Ritual ini hanya dilakukan seumur hidup sekali dengan makna. Si anak agar tidak lupa dengan masa kelahiran dan mengingat kematian. 

Hj Marhana, sesepuh di Desa Pauh, yang sempat memandikan salah satu pihak keluarganya mengatakan, awalnya tradisi ini ritual warisan yang dilaksanakan sejumlah masyarakat untuk membayar nazar. ''Namun beberapa tahun terakhir, ritual ini berkembang menjadi sebagai bentuk rasa syukur,'' katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun