Mohon tunggu...
Zaskia Naila Adri
Zaskia Naila Adri Mohon Tunggu... Mahasiswa Hubungan Internasional - Universitas Brawijaya

Saya memiliki hobi membaca, dengan minat khusus pada topik sejarah, politik domestik dan global, lingkungan, dan kewirausahaan. Ketertarikan ini mendorong saya untuk terus memperluas wawasan dan memahami dinamika dunia dari berbagai perspektif, baik masa lalu maupun masa kini, serta mencari solusi berkelanjutan untuk masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Hallyu" sebagai Strategi Korea Selatan Menaklukkan Dunia Tanpa Senjata

7 Mei 2025   10:00 Diperbarui: 12 Juni 2025   00:53 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tanpa mengangkat senjata, Korea Selatan menaklukkan dunia bukan lewat perang, melainkan lewat dentuman lagu, kisah cinta di layar kaca, dan sepotong kimchi di piring makan kita. Inilah kekuasaan baru di abad ke-21: Hallyu, gelombang budaya yang mengubah hiburan menjadi senjata lunak paling ampuh di panggung global. Dengan memadukan konten berkualitas tinggi, sinergi antara pemerintahan dan swasta, serta diplomasi budaya, Hallyu mendefinisikan ulang makna “kekuasaan” di panggung internasional yang menggeser paradigma kekuatan tradisional menuju kekuatan yang dihadirkan lewat daya tarik dan reputasi.

Definisi dan Perkembangan Hallyu

Hallyu (한류) atau "Gelombang Korea" adalah istilah yang merujuk pada globalisasi budaya Korea ke berbagai negara melalui industri hiburan, seperti musik (K-Pop), drama (K-Drama), film, fashion, kosmetik (K-Beauty), makanan (K-Food), dan gaya hidup. Fenomena ini mulai berkembang pada akhir 1990-an dan semakin meluas berkat dukungan pemerintah Korea Selatan serta kemajuan teknologi digital dan media sosial Pursuit, 2024.

 Menurut Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, pada 2023 ekspor produk dan layanan Hallyu mencapai US $14,16 miliar (KRW 19,54 triliun), naik 5,1 % dibanding tahun sebelumnya dengan kontribusi utama datang dari industri hiburan, pariwisata, serta barang konsumen seperti kosmetik dan fashion Pursuit, 2024. Berdasarkan Korea.net, 2024 hasil survei “Global Hallyu Status” oleh Korea Foundation mencatat 225 juta penggemar Hallyu di 119 negara pada Desember 2023, menunjukkan jumlah yang melonjak sebanyak 24 kali lipat sejak 2012. Dari 1.748 fan club terdaftar, 68 % berfokus pada K-pop, sementara K-drama menyumbang sekitar 10 %. Berkat Hallyu, kunjungan turis internasional ke Korea meningkat dari 5,32 juta pada tahun 2000 menjadi 11,03 juta pada 2023, dengan situs syuting drama populer (misal Nami Island di Winter Sonata) yang menjadi magnet utama para wisatawan Wikipedia, 2025.

Hallyu sebagai Instrumen Soft Power

Soft power – Joseph Nye

Konsep soft power (kekuasaan lunak) dikembangkan oleh Joseph Nye, seorang profesor dari Universitas Harvard, untuk menggambarkan kemampuan suatu negara dalam memengaruhi negara lain melalui daya tarik dan persuasi, bukan melalui paksaan atau ancaman kekuatan militer (hard power). Dalam konteks ini, soft power adalah kemampuan untuk membentuk preferensi pihak lain melalui daya tarik budaya, nilai-nilai politik, dan kebijakan luar negeri yang dianggap sah dan memiliki otoritas moral.  Menurut Nye, soft power bersifat non-koersif dan bekerja dengan cara membujuk serta menarik perhatian, berbeda dengan hard power yang menggunakan paksaan atau insentif ekonomi. Ia menjelaskan bahwa dalam era informasi, "propaganda terbaik adalah bukan propaganda", menekankan bahwa kredibilitas menjadi sumber daya yang paling langka. Secara keseluruhan, soft power adalah pendekatan strategis dalam hubungan internasional yang menekankan pentingnya daya tarik budaya, nilai-nilai politik yang konsisten, dan kebijakan luar negeri yang dianggap sah untuk memengaruhi perilaku negara lain tanpa menggunakan kekuatan atau paksaan Wikipedia, 2025.

Menyoroti Strategi Pemerintah dalam Penggunaan Tools of Statecraft – Diplomacy, Culture dan Economic

Diplomasi Budaya dan Ekonomi

Tools of Statecraft adalah seperangkat instrumen yang digunakan oleh negara untuk mencapai tujuan kebijakan luar negerinya. Pada era “Visit Korea Year 2023–2024” Pemerintah Korea Selatan memadukan alat diplomasi budaya dan alat ekonomi dalam kerangka statecraft modern untuk memperkuat citra nasional, mendongkrak kunjungan wisatawan, serta memacu ekspor industri kreatif. Melalui Diplomasi Publik, Korea Tourism Organization (KTO) meluncurkan kampanye global, mulai dari roadshow di New York, Los Angeles, dan Chicago, dengan booth interaktif budaya, kuliner, dan K-Pop yang menarik lebih dari 100.000 pengunjung di New York koreajoongangdaily, 2023 hingga kolaborasi dengan merek mewah seperti Louis Vuitton dan Starbucks, dimana Louis Vuitton memamerkan fashion show di Jamsu Bridge dan menyediakan panduan wisata digital via City Guide App Vogue Business, 2023, sementara Starbucks Korea menghadirkan eco-friendly campaign di 10 gerai khusus, dengan memberikan tumbler edisi terbatas bagi turis yang berpartisipasi visitkorea, 2024

Upaya ini dilakukan dengan target 30 juta wisatawan baru untuk memulihkan sektor pariwisata pasca-pandemi dan meneguhkan posisi Korea sebagai destinasi kelas dunia. Secara simultan, pemerintah mendukung Diplomasi Ekonomi dengan mengalokasikan sumber daya fiskal dan regulasi untuk memfasilitasi pertumbuhan K-Pop dari empat agensi terbesar yang telah meraup pendapatan multi-miliar dolar, contohnya BTS yang mencatat penjualan US $1,5 miliar pada 2023 hanya lewat musik dan merchandise Pursuit, 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun