Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Lukisan Langit

10 September 2022   17:10 Diperbarui: 12 September 2022   22:00 1323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi melukis mimpi. (sumber: pixabay.com/willgard)

"Mas, pernah melukis langit?"

Akupun menengadah. Mataku mengikuti tatapanmu yang lelah. Sejenak melupakan jejak-jejak bisu, yang sejak tadi menemani riak risau yang beku. Menyajikan rentak tarian hampa di laju waktu.

Di langit, warna kelabu masih betah bertahan. Bergelayut di antara lipatan-lipatan awan. Agaknya menitip pesan, tak akan ada lekuk pelangi yang disisakan hujan.

"Aku ingin melukis langit, Mas!"

Kali ini, tatapanku terdampar di wajahmu. Dan aku mengerti. Senja ini, lekuk pelangi tak akan terlihat di langit seusai hujan. Ia masih tersesat di ruang persembunyian.

Di matamu. Dalam tangismu.

***

Langit masih disibukkan antrian rinai hujan. Begitu juga ruang tamu yang dipaksa menjamu bisu.

Baca juga: Namaku Salah

"Mas tak pernah memberiku bunga, kan? Padahal Mas tahu, Aku suka bunga."

Seperti senja-senja kemarin. Tanyamu adalah pengusik bisu yang acapkali merajai ruang tamu. Pun, seperti kemarin. Tak ada gores lembut jemarimu pada bentangan kain putih yang terpasak di hadapanmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun