Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Tanpa Fragmen Keempat

24 September 2021   20:27 Diperbarui: 28 September 2021   21:25 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Petani. (Photo by Pat Whelen from Pexels)

"Ayahmu?"
"Petani!"
"Kenapa kau sekolah?"
"Bilang ayah, biar pintar!"
"Kalau besar, mau jadi apa?"
"Guru!"
"Bagus!"

Bocah kecil itu berjalan tegap menuju bangku. Bangga dengan tepukan pelan di bahu. Bekas telapak tangan guru.

[Kututup buku, setelah menulis "Fragmen Kedua"]

***

[Sore. Pukul lima tiga puluh]

Sepasang anak muda menanti senja. Memandang risau pada riak ombak yang menyapu pantai. Tertatih merajut asa yang terpasung bara rasa.

Senja bergulir di pertukaran hari. Membiarkan sunyi menguasai hati. Tentang sebuah janji.

"Kalau tak jadi guru, terus..."
"Entahlah!"
"Ayahmu pernah..."
"Iya. Ayahku petani. Dulu. Sebelum tanah terjual untuk biaya kuliah."

Sepasang anak muda menjauh dari senja. Berharap doa menyelimuti cita. Juga cinta.

[Aku terdiam, usai menulis "Fragmen Ketiga"]

****
[Pukul delapan malam]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun