Seperti tamu pada umumnya. Jika sudah begitu lama, tak lagi menjadi sosok asing. Apalagi jika bertamu dalam waktu setahun. Tak lagi dianggap orang lain. Melainkan sudah menjadi bagian dari anggota keluarga.
Kedua. Perubahan Perilaku.
Dulu, terasa aneh bertemu sahabat dekat tanpa tangan saling berjabat. Sekarang, sudah terbiasa diwakilkan dengan beradu siku, beradu kepalan tinju, atau melakukan Namaste dengan menangkupkan kedua telapak tangan di dada.
Begitu juga keluhan dan keribetan saat menggunakan masker. Keluhan sesak nafas atau kesulitan bernafas diajukan sebagai alasan. Sampai-sampai pembuat kebijakan mesti membuat aturan tentang denda dan memberlakukan razia.
Sekarang? Masker sudah menjadi kebutuhan. Bahkan menjelma menjadi bagian dari gaya hidup. Silakan lihat disain aneka masker yang ada. Diproduksi tak lagi untuk menjaga kesehatan, namun juga untuk mendukung penampilan, kan?
Ketiga. Pemicu Kreativitas untuk Bertahan.
"Yang terbaik bukanlah yang sering tampil di depan, tetapi yang mampu bertahan sampai akhir." Kalimat ini, adalah kredo yang biasa kusampaikan, saat memberikan materi tentang organisasi pada beberapa kelompok anak muda. Maknanya, adalah energi untuk bertahan.
Saat krisis Masker dan Handsanitizer, Silakan lihat, keratifitas anak bangsa saat memproduksi masker dan handsanitizer yang diambil dari bahan-bahan di sekitar. Baik untuk pribadi, dibagikan sebagai bagian dari aksi sosial, hingga diperdagangkan.
Di sektor pendidikan. Tenaga pendidik, orangtua dan siswa. Perlahan namun pasti, mulai intensig melakukan komunikasi dan kompromi, Sebab pendidikan adalah tugas bersama. Dengan kesadaran bersama berjibaku menaklukkan kegagapan teknologi dan menyigi materi.
Bagi pelaku usaha? Jika dulu lebih konsen pada tahapan face to face atau offline. Sekarang, mulai melirik pola usaha dengan jalur online. Apapun jenis barang, sekarang bisa langsung dipesan dan ditunggu di depan pintu. Sesuatu, yang tak terpikirkan jika tak ada korona.