Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Rumah adalah Alasan untuk Merasakan Pulang

23 Februari 2021   22:09 Diperbarui: 23 Februari 2021   22:25 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak kecil pulang ke rumah (sumber gambar; pixabay.com)

Deras hujan hari ini, memaksaku menunda keinginan untuk pulang ke rumah. Dan, hasil paksaan butiran hujan itu membuatku mengenang ulang. Jika rumah adalah alasan untuk merasakan pulang.

Nyaris semua orang, begitu ingin memaknai rumah dengan idiom "rumahku, surgaku" (Baity jannaty).

Terkadang, mendirikan dan memiliki rumah menjadi ukuran prestasi sekaligus prestise. Hingga beragam niat dan usaha dilakukan. Ada yang menapaki jalan yang lurus, tak jarang ada juga yang tersesat di jalan yang lurus.

Ada tiga alasan serta perasaan orang yang tentang ruang yang disebut rumah.

Pertama, sebagai Pembuktian.

Membangun rumah bak istana, megah dengan fasilitas yang lengkap dan serba wah. Mulai dari luas tanah, disain dan struktur bangunan, menilik detail bahan dan jumlah ruang, hingga pemilihan warna.

Namun, Tak jarang, untuk mewujudkan itu, mereka terlihat sibuk. Kesibukan demi kesibukan menciptakan situasi yang menuntut lebih banyak berada di luar di rumah. Hingga terbatas waktu menikmati rumah yang dibangun dengan susah payah.

Rumah hanya tempat untuk tidur, mandi dan berganti pakaian. Rumah bukan lagi pusat rasa, asa dan cinta. Seperti ungkapan Jalaluddin Rummy, "rumah menjadi ruang paling gelap di dunia. Tempat pulang untuk kekasih, tapi tanpa kekasih."

Kedua, sebagai Bentuk Kewajiban.

Karena rumah adalah bagian dari kebutuhan. Sehingga tak peduli bentuk dan ukuran, atau penataan ruang juga warna. Rumah adalah tempat berteduh dari hujan dan naungan terik siang. Dan area khusus untuk aktivitas pribadi.

Tak butuh megah yang penting aman, tak perlu mewah tapi merasa nyaman. Rumah adalah pusat kebahagiaan. Ketika canda, tawa dan senyuman bersatu dalam bilik-bilik kehidupan. Menghadirkan kehangatan pada setiap penghuni.

Sepakat mengikat diri, menerjemahkan rumah seperti memangku rindu pada kekasih abadi. Membiarkan kaki mengajak raga pergi melangkah. Namun hati tetap ditinggalkan. Rindu menggebu yang selalu mengingatkan mereka untuk pulang.

satu ruang dalam rumah. (sumber gambar: pixabay.com)
satu ruang dalam rumah. (sumber gambar: pixabay.com)
Ketiga, sebagai Muara Kebersamaan.

Banyak yang tak memiliki kemampuan mendirikan rumah. Walau setiap hari berjibaku dalam keluh dan peluh. Bersedia dan rela mendiami rumah dalam hitungan bulanan atau tahunan. Walau sementara, tapi penuh cinta.

Mereka terlatih merundukkan ingin di alam sadar paling dalam. Berlatih menjalani pusaran hari demi hari. Tak khawatir berujar dan menakar isi rumah yang mampu dimiliki. Sebab, tak ada yang bisa mengalahkan kebersamaan atas nama cinta.

Tak perlu memikirkan kerumitan dan kesulitan untuk pulang. Boy Candra pernah menuliskan, "bukankah cinta adalah proses menuju pulang? Berjalan menuju seseorang yang kelak kau sebut rumah, dan menetap di sana hingga menutup usia."

Kabim, rumah kecil di hutan (sumber gambar: pixabay.com)
Kabim, rumah kecil di hutan (sumber gambar: pixabay.com)
Rumah Menjadi Museum Kehidupan

Rumah tak hanya menaungi dan melindung orang-orang yang menjadi penghuni. Namun memiliki banyak fungsi rahasia yang tak terduga.

Adakalanya, rumah menjelma menjadi gudang bagi aneka macam barang. Hadir dengan alasan kebutuhan atau semata keinginan. Dengan alasan kebutuhan hari ini, atau untuk esok nanti yang tak pasti.

Pada masanya, rumah berubah menjadi bilik-bilik menyimpan kenangan. Lemari tua tempat paling aman menyimpan baju pernikahan, di dinding terpasang pajangan foto-foto masa lalu dan aneka penghargaan, atau kotak kecil untuk menyembunyikan surat cinta pertama.

Tiba-tiba, tanpa disadari. Rumah mengubah diri menjadi museum sejarah kehidupan. Tak hanya bagi penghuni di masa kini, namun juga untuk generasi di masa depan. Rumah tak lagi menjadi pusat dari cerita, cinta, derita dan airmata. Tapi rumah menjadi sumber dari itu semua.

Pada akhirnya, rumah pun kembali kepada fungsi aslinya. Sebagai alasan, untuk merasakan pulang.

Curup, 23.02.2021

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun