Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Di Depan Pintu yang Terkunci

11 Januari 2021   11:56 Diperbarui: 11 Januari 2021   13:44 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar Barisan Antrian (sumber gambar: pixabay.com)

[Matahari baru saja menyapa pelataran sebuah kantor perwakilan.]

Anak-anak kecil berbaris rapi mengenakan seragam dwiwarna. Bukan melakukan upacara, tapi mendampingi orangtua. Di depan pintu yang masih terkunci. Mereka mengerti, mesti belajar antri.

Orangtua berdiri gelisah, menggenggam sebundel berkas. Ibu-ibu khawatir urusan sumur. Bapak-bapak khawatir urusan dapur. Menatap iri pada anaknya yang selalu pulas saat tidur. Orangtua sadar, mundur berarti diundur.

Satu persatu, aroma wewangian menyelinap di antara barisan. Dan, menghilang ditelan pintu yang terkunci.

Satu persatu, senyuman bermekaran diiringi setumpuk harapan. Dan, terhenti di depan pintu yang terkunci.

Beranjak siang, barisan semakin panjang. Satu persatu, keluhan bermunculan mengusir rasa bosan.

"Ayah! Kenapa kita di sini?"

Kubacakan satu pesan dari seorang teman:

Bisa bantu mengambilkan dana bantuan? Aku sibuk dengan pekerjaan. Pasti menunggu dalam antrian, kan?

[Kutitip asa pada matahari. Berharap, suatu saat anakku mengerti. Hari ini, bukan hanya belajar antri.]

Curup, 11.01.2021
zaldychan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun