Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Pengakuan Kala Senja

25 Desember 2020   17:30 Diperbarui: 25 Desember 2020   23:50 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mendung (sumber gambar: pixabay.com)

Usai langit pagi dicekam kekhawatiran, Mendung pun malu-malu pergi ke rumah bersalin. Waktu kehamilan mungkin sudah memasuki masa tenggang. Hujan kapan saja bisa datang.

Siapa ayahnya?

Mendung memangku hampa. Membiarkan sisa percakapan bersembunyi di bawah meja. Pertanyaan selalu melahirkan jawaban yang berwujud tanya. Siapa ayahnya?

Awan mungkin saja menyalahkan angin yang merengkuh dingin. Air pasti menyalahkan matahari, terpaksa mengubah diri menjadi uap. Langit tak mungkin diminta sebagai pembela, setelah melindungi secara rela walau tampak tak suka.

Dua jam lagi akan hadir. Bersiaplah!

Mendung terdiam. Prosesi kelahiran hujan acapkali hadirkan kesibukan. Akar pohon sudah berganti nama sebagai bangku dan meja tamu. Tanah rekah sejak lama berselimut aspal, pasir dan batu. Selokan kumuh menjadi tempat persembunyian sampah. Sungai semakin kerdil, berbagi ruang dengan orang-orang kecil.

Sesaat, mendung berpikir tentang danau. Namun, itu taman bermain yang tersisa.

Hei! Ke mana?

Mendung tergesa menuju pintu. Rumah bersalin memandang pilu. Rasa sakit harus ditahan. Kehamilan adalah perjuangan sekaligus pengakuan.

Langit tempat paling aman untuk pengaduan. Tapi, Langit sedang merawat senja yang baru saja terjaga. Mendung berlari ke arah barat, sebab matahari acapkali bersembunyi di laut.

Kau menatapku dalam diam. Membiarkan ombak mengajak pasir putih menjamah jemari kakimu. Juga kakiku.

"Jadi, ayah hujan itu laut?"
"Aku!"

Dua jam berlalu usai Senja. Aku masih saja tak mampu menghapus sisa airmata.

Curup, 25.12.2020
zaldychan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun