Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Masakan Ibu

16 November 2020   18:23 Diperbarui: 21 November 2020   16:30 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi Tumis Sayur Kangkung | sumber gambar: (TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO)

Setiap kali ke dapur, kau tak hanya berhadapan dengan peralatan, beragam bahan dan resep masakan. Atau nyala api kompor gas yang panas, serta panci dengan air mendidih. Namun, juga ingatan pada masakan ibu. Tapi, ibuku.

Aku mengerti, jika kau berusaha terlihat sempurna sebagai istri. Namun aku tak mengerti alasanmu, membuktikan itu dengan cara meramu masakan ibu. Padahal, kau bukan ibuku.

Tak perlu mencari tahu, pun sia-sia jika bertanya. Di dunia ini, siapapun akan mengenang masakan ibu mereka. Termasuk dirimu.
***
"Rindu masakan ibu, kan?"

Siang itu, satu pertanyaan darimu terlontar dari pintu dapur. Menerobos masuk melalui liang telinga, memaksa mataku menatap kedua tanganmu. Kau tersenyum. Langkahmu sedikit ragu, berjalan pelan ke arahku.

Kepulan asap tipis, melayang di permukaan mangkok kaca bergambar ayam jago. Perlahan, kau letakkan tepat di hadapku.

"Tumis kangkung?"
"Tapi gak ada udang kering, Mas! Kuganti ikan teri."

Kali ini, tak ada senyummu. Di meja makan, tumis kangkung buatanmu, Menemaniku menikmati sepiring nasi, segelas air hangat, dua piring lebih kecil berisi irisan telur dadar yang diiris kecil-kecil, dan sambal goreng tanpa tomat. Kau duduk di sampingku. Menunggu.

"Kurang pedas, ya? Kalau masakan ibu..."

Kau pasti tahu. Akupun tak akan menjawab tanyamu. Dan kau tak akan butuh itu. Kau hanya ingin aku tahu. Kau mampu meracik masakan seperti masakan ibuku.

Bagiku, memasak itu seperti cinta. Dilakukan tanpa kekangan, atau tidak sama sekali.
***
"Macet, ya?"

Senyummu menyambutku di depan pintu. Kau raih tangan kananku, kau ajukan ke keningmu. Tangan kiriku mengusap helai rambut hitammu.

"Hayuk ke rumah ibu! Jangan sampai ibu menunggu!"
"Mas makan dulu, ya? Tadi aku masak sambal..."
"Di rumah ibu saja. Udah mau magrib!"

Kau memilih diam. Bergegas ke kamar tidur dan berganti baju. Aku terjebak macet saat pulang kerja, hingga terlambat menjemputmu. Akhir pekan adalah jadual rutin berkunjung ke rumah ibu.
***
"Sambal terasi Ibu memang spesial, ya? Apalagi ada lalapan daun singkong, rebusan bunga pepaya dan terong! Mas malah dua kali nambah, kan?"

Rentetan kalimat itu, serentak hadir bersama bunyi kunci pintu rumah yang kubuka. Kau melewatiku di pintu, melangkah cepat menuju ruang makan. Kau memilih duduk di hadapan meja makan. Tanpa suara, tanganmu membuka tangkup tudung.

Matamu menatapku. mataku menatap hidangan di meja makan. Menu yang persis sama dengan masakan di rumah ibu. Aku telat menyadari sikap diammu, sepanjang perjalanan pulang.

"Tolong ambilkan piring, mau?"

Aku terlambat mencegah bening air matamu yang berlinang tenang. Ruang makan terbiar dikuasai hening.
***
Senja ini. Di meja makan, terhidang tumis kangkung pedas bercampur udang kering. Sepiring nasi, segelas air hangat, irisan telur dadar dan sambal goreng tanpa tomat. Ibu menyentuh pelan bahuku.

"Makanlah!"
"Nanti saja, Bu!"

"Kau tahu? Memasak itu melibatkan banyak indera. Ia dibuat tak hanya untuk mata, mulut, hidung dan telinga. tapi sepenuh jiwa."

Aku membisu. Berusaha menunda air mata berjatuhan di hadapan ibu. Akupun mengenangmu, juga masakan terakhirmu untukku. Tiga hari lalu.

Curup, 16.11.2020

Zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun