Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mewariskan Adab pada Tradisi

30 September 2020   19:28 Diperbarui: 2 Oktober 2020   12:25 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi petani (sumber gambar: pixabay.com)

"Hal baru tak boleh meniadakan yang lama."

Kalimat di atas adalah ujar-ujar tetua dulu. Membeli sepatu baru, tidak langsung menggerus "keberadaan" dari sepatu yang lama. Kedatangan tetangga baru, tidak serta merta melupakan tetangga lama, kan?

Begitu juga, adanya teman baru tak bermakna boleh melupakan teman lama. Itu adalah adab, yang semestinya menjadi tradisi. Hematku, adab bagian penting dari sebuah tradisi. Kenapa? Aku tulis, ya?

ilustrasi mozaik perjuangan (sumber gambar: pixabay.com)
ilustrasi mozaik perjuangan (sumber gambar: pixabay.com)
Selalu Ada yang Pertama

Berpijak pada alur sejarah. Sejak masa kolonial Belanda hingga pendudukan Jepang. Hanya orang-orang "yang putus urat takut", berani memantik api kemerdekaan.

Barisan nama Pahlawan Perintis Kemerdekaan atau Pahlawan Pra Kemerdekaan, adalah sebutan negara untuk menghargai serta mengenang jasa dan peran mereka.

Walaupun bukan atas nama negara, pengorbanan melepaskan diri dari penjajahan hingga kehilangan nyawa, keluarga atau harta benda, adalah potongan-potongan sejarah yang tak akan pernah selesai dituliskan.

Begitu juga, dengan hukuman penjara, dibatasi hak serta dibuang ke berbagai pelosok negeri. Adalah "upah" dari keputusan nekad meniupkan angin kebebasan. Silahkan lihat deretan buku bacaan in memoriam The Founding Father bangsa.

Kadang aku merasa aneh. Ketika generasi yang hadir belakangan, terpaksa berkunjung ke perpustakaan atau museum karena tugas sekolah atau kuliah. Sambil selfie sebagai bukti serta berkerut kening menatap buku-buku sejarah yang berdebu dan kumal.

Juga merasa jengkel, saat mereka tertawa menyaksikan berbagai peralatan yang terlihat kuno. Atau wajah geli dan menganggap tak masuk akal, alat-alat sederhana itu yang digunakan untuk mengusir penjajah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun