Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Buku dan Sejarah yang Tak Pernah Berkuasa

22 September 2020   17:49 Diperbarui: 22 September 2020   17:55 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku dan penunjuk waktu (Illustrated by Pixabay.com)

Begitulah! Sambil menulis tanggal serta memasang stempel di kulit belakang buku, Ibu itu melontarkan pesan-pesan yang nyaris seragam pada semua perpustakaan itu, sudah kuingat di luar kepala.

Buku itu, buku pertama yang kupinjam, setelah dua tahun menjadi anggota di Perpustakaan Daerah. Awalnya, untuk keperluan penyelesaian kuliah. Seperti di banyak perpustakaan, ternyata buku yang kubutuhkan saat itu belum ada. Sejak saat itu, aku hanya kolektor kartu anggota saja.

***

Setidaknya, ada dua alasan utama dan satu alasan tambahan, akhirnya aku memburu buku sejarah hingga ke perpustakaan daerah.

Alasan pertama. Aku tekejut dengan isu penghapusan mata pelajaran sejarah pada kurikulum, yang tersiar dan bergulir liar di beberapa media sosial dan media massa. Aku bukan ahli sejarah, tapi aku pernah belajar sejarah ketika sekolah.

Namun sebagai calon guru, aku tergugah untuk bertanya, apa jadinya jika tak lagi ada pelajaran sejarah? Aku pribadi, masih sering gagap membedakan Hari Kesaktian Pancasila dan hari kelahiran Pancasila. Padahal sarjana?

Alasan kedua. Aku lagi menunggu jadual untuk tes kedua sebagai pegawai negeri sipil. Saran dari teman-temanku, buat jaga-jaga. Siapa tahu ada materi tes yang memuat tentang sejarah. Seperti pada tes tahap pertama, beberapa bulan lalu.

Berdasarkan pengalaman dan cerita mereka, materi Sejarah Bangsa, Pancasila dan Undang-undang Dasar, selalu masuk dalam daftar pertanyaan. Tak ada waktu buat menyontek! Karena ujian diselenggarakan secara online melalui komputer panitia. Jadi, aku harus bersiap, kan?

Alasan terakhir. Selain sinyal yang sering macet dan kuota yang terbatas, aku juga tak terlalu mempercayai kebenaran jawaban dari berbagai simulasi ujian yang biasa dan bisa diakses melalui internet. Semisal melalui google.

Menurutku google bukan kalkulator. Jika kalkulator, angka yang dihasilkan adalah hasil pasti. Tanpa bantahan dan tanpa perdebatan. Tapi, jika bertanya kepada google? Akan ada ribuan jawaban, yang terkadang saling bertentangan.

Alasan-alasan itu, yang membuatku lebih memilih buku sebagai rujukan. Walau aku tahu, buku pun bisa saja salah. Apalagi tentang sejarah. Pernah sekali, aku menonton di televisi, perdebatan sengit ahli sejarah dan pelaku sejarah. Agak aneh. Tapi begitu, kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun