"Mas menulis lagi?"
Satu pertanyaan kau ajukan hari itu. Pertanyaan yang menjadi awal dari pertemuanku, dengan tiga dinding berwarna putih yang sudah kusam. Serta satu barisan jeruji besi yang semakin menghitam di saat malam.
***
"Sial!"
Matamu menatapku. Kamar tidur tiba-tiba hening. Kau bergerak pelan. Bangkit dari dudukmu di ranjang. Sekilas melirik layar ponsel di genggamanku. Â
"Sabar, Mas!"
Kali ketiga, dalam satu minggu. Ucapan itu kembali kau tujukan padaku. Tanganmu meraih ponselku. Meletakkannya di meja kecil di sebelah ranjang. Sembari mengusap perutmu yang mulai terlihat membesar, kau tersenyum padaku.
"Mungkin momennya, belum tepat, Mas."
"Bukan urusanku! Mereka yang menawari aku menulis novel itu, kan?"
"Iya. Tapi..."