Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

1 Juni, Saatnya Menyigi Ulang Pancasila Sebagai Kenangan, Ajaran, atau Amalan?

1 Juni 2020   19:42 Diperbarui: 2 Juni 2020   10:21 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Suasana Belajar Pancasila di kelas (sumber gambar : https://www.tribunnews.com)

Apatah lagi, Negara Indonesia pernah melalui beragam bentuk negara, dengan dinamika sejarah ketatanegaraan yang rumit pada situasi yang sulit. Jalan "kompromi", tetap dicarikan. Mulai dari UUD RIS, UUDS 1950 hingga Dekrit Presiden menghentikan sidang Dewan Konstituante, dan kembali pada UUD 1945.

Sejarah pun akhirnya mencatat, hingga nyaris 75 tahun sejak proklamasi kemerdekaan, 2 blueprint itu (Pancasila dan UUD 45) lolos dan lulus dari pergolakan politik maupun keamanan dalam negeri yang pernah menjadi "batu ujian" keutuhan negara.

Menurutku, menjadi alasan logis, Hari Kelahiran Pancasila diperingati sebagai kenangan, tah?

Illustrasi belajar di kelas. Terkadang guru PMP (masa itu) juga ditakuti. karena pengukur moral siswa di sekolah (sumber gambar : https://optapiana.wordpress.com)
Illustrasi belajar di kelas. Terkadang guru PMP (masa itu) juga ditakuti. karena pengukur moral siswa di sekolah (sumber gambar : https://optapiana.wordpress.com)
Pancasila sebagai Ajaran

Memperingati, kukira juga sebagai momentum untuk menyigi ulang pembelajaran-pembelajaran yang tersimpan dari Pancasila, kan? Setidaknya, pembelajaran itu diawali belajar dan menghasilkan ajaran. Aku ceritakan pengalamanku, ya?

Sejak kelas 1 SD, pelajaranku tentang Pancasila adalah PMP (Pendidikan Moral Pancasila) sekarang jadi pelajaran PKn (Pendidikan dan Kewarganegaraan) Seingatku tidak rumit, karena kita membaca cerita tenatang tingkah laku yang terlihat dalam keseharian, bahkan tanpa sadar sudah dilakukan!

Semisal, bergotongroyong membersihan kelas dan sekolah, mengunjungi teman atau guru yang sakit, mesti membantu orangtua yang sulit menyeberang jalan raya, sumbangan kalau ada yang tertimpa musibah, atau tak boleh menyinggung orang yang berbeda agama, suku atau warna kulit.

Ajaran-ajaran sederhana ini, dikemas dengan sangat sederhana oleh guru-guru! Saat ujian pun, pertanyaannya dianggap "mudah". Karena mampu dijawab tanpa membaca buku paket yang dibagikan. Hihi..

Sejak SMP hingga SMA, pelajaran PMP tetap ada. Bedanya, sebelum masuk sekolah mesti melewati Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Harus duduk manis dalam ruang kelas selama 3-4 hari. Nah, Makna Pancasila mulai "rumit". Karena mesti menghapal butir-butir Pancasila! Tak lulus Penataran P4? Ulang lagi tahun depannya!

Semasa kuliah dulu, Penataran P4 malah satu minggu! Pancasila menjadi mata kuliiah dengan beban 2 SKS di semester satu. Terus di semester dua, ditambah dengan matakuliah "Kewiraan" (sekarang Civic Education).

Akupun masih mengingat keseruan saat menjadi peserta lomba cerdas tangkas (LCT) tentang P4 sejak SD hingga kuliah. Tak hanya ajang uji pengetahuan, tapi juga seleksi dari antar sekolah, kabupaten, propinsi bahkan tingkat Nasional! Saat itu. LCT P4 menjadi even bergengsi, walau aku tak sempat masuk tipi. Hiks...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun