Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Baju Lebaran Anak adalah Simbol Harga Diri dan Kemampuan Orangtua

24 Mei 2020   01:31 Diperbarui: 24 Mei 2020   10:57 1516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agus Setiawan SalimSalah satu anak yatim tengah memilih baju lebaran dalam kegiatan Beli Baju Lebaran bersama Anak Yatim yang diselenggarakan oleh Majelis Anak Indonesia (MAI) | ramadan.kompas.com.

Tak heran, akhirnya mendorong orangtua melakukan apapun, untuk memenuhi kewajiban membeli baju baru itu.

"Memenuhi kebutuhan saat lebaran!"
"Biar bisa membeli baju baru buat anak!"
"Untuk biaya mudik!"

Mulai dari kisah inspiratif, epik bahkan tragis yang berbalut kejahatan semisal pecurian atau penipuan, pernah dilakukan orangtua. Alasan-alasan di atas, jangan-jangan sudah dihapal oleh aparat keamanan. Sila simak rotasi berita tahunan menjelang lebaran tentang hal ini.

Ilustrasi membeli baju baru, simbol keberadaan orangtua (sumber gambar : https://www.konkritnews.com)
Ilustrasi membeli baju baru, simbol keberadaan orangtua (sumber gambar : https://www.konkritnews.com)
Bagi Orangtua, Terkadang Baju Lebaran untuk Anak adalah Simbol "Keberadaan"
Setidaknya, ada 3 hal yang membuat orangtua terkadang mampu melakukan apa saja, untuk mempersembahkan baju lebaran untuk buah hati tercinta.

Pertama. Menjaga Sisi Psikologis Anak
Aku contohkan dengan larangan orangtua pada anak, jika tak boleh menikmati es krim, dengan alasan lagi sakit flu. Dan, sang anak mematuhi larangan itu.

Coba bayangkan, jika pada satu sore yang cerah, sang anak berada di antara berapa temannya yang berkumpul sambil menikmati es krim bersama-sama. Kemudian, mata orangtua menatap sang anak yang melihat temannya dengan mata penuh harap. Apa kemungkinan yang bisa dilakukan

Membiarkan sang anak tetap begitu, sekalian melatih diri anak menjalankan aturan. Atau memanggil pulang sang anak, sebagai upaya menyelamatkan? Atan malah memilih membelikan anak es krim, karena merasa kasihan?

Tiga pilihan situasi seperti ini pun kerap hadir, jika bicara baju lebaran. Tanpa disadari, orangtua akan berfikir tentang faktor psikologis sang anak.

Kedua. Menjaga Status Sosial
Bukan pula hal asing, baju lebaran juga menjadi ukuran status sosial, kan? Bukan saja tentang model terbaru, harga termahal, hingga merek ternama saja. Namun juga berapa jumlah baju lebaran yang dimiliki?

"Wah bagusnya. Ini beli di mana?"
"Lebaran 3 hari, bajunya kok gak ganti?"

Terkadang, ada orangtua yang "memaksa diri" membeli baju yang sama dengan teman-teman anaknya. Setidaknya, model serta warna yang sama atau sedikit beda, sambil "mengakali diri" mencari harga yang terjangkau dan merek berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun