Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Seperti Makna Mudik dan Pulang Kampung, Emosi Juga Berubah dan Berpindah

25 April 2020   21:17 Diperbarui: 26 April 2020   14:10 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lustrasi ragam ekspresi yang bisa menggambarkan emosi manusia (sumber gambar : pixabay.com)

Jika benar-benar menginginkan rasa aman, anda harus menjalani kehidupan yang tidak aman.  - OSHO (Bhagwan Shree Rajneesh. 1931-1990)

Sekilas, ungkapan di atas bisa saja dimaknai sebagai logika terbalik. Namun tak serumit memaknai kata mudik dan pulang kampung! Hihi...

Sama halnya jika kita tahu rasa gula itu manis bukan dari sekedar mencicipi, namun setelah "membandingkannya" dengan rasa yang berbeda semisal rasa kopi yang pahit. Iya, kan?

Terkadang, manusia membutuhkan perbandingan-perbandingan untuk merasakan lebih baik atau memahami jika yang terjadi dan dialami saat ini lebih buruk. Manusia butuh mengetahui setiap perubahan.

Adakalanya manusia merasakan kebahagiaan dan penuh tawa, sesaat kemudian bisa penuh rasa haru dengan tangisan dan airmata. Ada saat manusia merasakan kedamaian dalam kesendirian, namun pada momen berbeda menjadi begitu ketakutan terpenjara kesunyian.

Kenapa bagitu? Karena hal itu dipicu oleh satu bagian yang merekat erat dalam diri setiap manusia, yaitu emosi. Sesuatu yang tak pernah diam, tak pernah menjadi permanen.

Emosi berasal dari kata "motion" yang bermakna gerak. Emosi selalu bergerak dan berubah sesuai dengan situasi serta kondisi yang dihadapi. Dan, secara sadar atau tidak, manusia melakukan itu.

lustrasi ekspresi lelaki yang menata emosi (sumber gambar : pixabay.com)
lustrasi ekspresi lelaki yang menata emosi (sumber gambar : pixabay.com)
Emosi itu Berubah dan Berpindah, seperti Makna Mudik dan Pulang Kampung

Seorang suami yang bekerja, kemudian mendapat teguran atau amarah dari bos di tempatnya bekerja. Tak mungkin membalas dengan amarah, kan? Akhirnya menyimpan dan membawa pulang amarah ke rumah.

Ketika sampai di rumah, suami akan "mencari" pelepasan. Akan ada hal yang dirasakan "tidak beres" untuk melepaskan amarah. Bisa jadi masakan yang kurang garam, secangkir kopi yang kurang gula, atau rumah yang berserakan. Padahal pada hari biasa, itu tak menjadi masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun