Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bagi Orangtua, Terkadang Memilih Sekolah Anak seperti Mengurus Nikah

13 Februari 2020   13:30 Diperbarui: 14 Februari 2020   15:10 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

"Bang TK A itu bagus, kan?"

"Iya!"

"Tapi mahal, Bang!"

"Baju bagus, juga mahal, kan?"

Jika memiliki anak usia sekolah, maka setiap memasuki tahun ajaran baru acapkali menjadi ajang "pertempuran batin" bagi orangtua. Apalagi untuk pasangan muda yang anak sulungnya telah cukup usia memasuki Taman Kanak-kanak (TK).

Hal wajar bila kemudian para orangtua cenderung bersikap hati-hati dan mencari tahu beragam informasi dan referensi sebelum menjatuhkan pilihan lembaga pendidikan pra sekolah mana yang dianggap baik untuk buah hati tercinta.

Bagi anak, TK tak hanya lingkungan baru, tempat bersosialisasi dan bermain dengan rekan sebaya, namun juga wadah bagi anak belajar memahami kegiatan yang bersifat rutinitas, mengenal, dan patuh terhadap aturan.

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com
Terkadang Bagi Orangtua, Memilih Sekolah seperti Mengurus Nikah
Jika menikah adalah keputusan yang memiliki konsekuensi seumur hidup, maka memilih sekolah yang tepat bagi anak adalah jalan terang keberlangsungan masa depan.

Sehingga, terkadang memilih dan mengurus anak masuk sekolah TK, nyaris sama riwehnya dengan mengurus anak yang mau menikah. Lebay? Ini alasan yang perlu diketahui:

Pertama, alasan utamanya ialah saat masuk TK, perkembangan fisik dan psikis anak belum berkembang sempurna. Rasa khawatir dan cemas akan lebih mendominasi orangtua, sebab anak masih dalam posisi rentan saat berbaur dengan lingkungan baru.

Kedua, beragam motivasi orangtua memasukkan anaknya ke TK dikarenakan usia yang sudah cukup, anak tetangga dan teman sebaya juga masuk TK, atau kesibukan orangtua yang bekerja dan di rumah tak ada yang menjaga, padahal belum cukup batas umur.

Ketiga, orangtua musti berhitung tentang anggaran biaya sekolah, selain hasrat Ingin memberikan yang terbaik buat anak.

Anak yang Sekolah, Orangtua Musti Lebih Dulu Siap!
Menurutku, ada baiknya orangtua secara intens menyiapkan diri sendiri "melepas" anak untuk bersekolah. Berdasarkan pengalaman dan kisah dari beberapa teman. Ternyata, banyak orangtua terkadang abai menyiapkan mental diri sendiri saat anak memasuki usia sekolah.

Hadir rasa cemas dah khawatir berlebihan, jejangan anaknya disakiti teman, jejangan anaknya tak bisa mengikuti dan menguasai pelajaran yang diberikan. Jejangan...Jejangan...

Coba aja perhatikan di sekolah TK. Banyak orangtua yang bersedia menunggu di luar kelas atau di luar sekolah hingga usai jam belajar. Malah ada orangtua yang mendadak menjadi polisi sekolah. 

Paling gampang lihatnya, saat anak-anak TK karnaval, barisan anak-anak TK yang berpakaian indah saat karnaval, tertutupi dengan orangtua yang sibuk mengiringi dari belakang. Penonton hanya bisa menyaksikan segerombolan orang-orang berjalan. Kan? Kan?

Menurut kiramologiku. Gegara orangtua belum siap memberikan kepercayaan penuh pada pihak sekolah dan guru, alhasil mereka juga tak mempercayai kemandirian anak.

Illustrated by pxhere.com
Illustrated by pxhere.com
Diskusi Memilih Sekolah dan Menyiapkan Mental Anak
Pilihan orangtua pada akhirnya jatuh ke sekolah favorit, fasilitas lengkap atau karena melihat anak orang lain yang berprestasi karena bersekolah di sana. Biasanya menjadi alasan "memaksakan" impian orangtua pada sekolah yang diinginkan.

Sebagai orangtua, terkadang merasa "lebih tahu" kebutuhan dan kepentingan anak menjadi berhak mengatur dan menentukan sekolah yang terbaik bagi anak, lupa bahwa yang menjalani pilihan itu adalah anak. Bukan orangtua.

Apa risiko pilihan orangtua tak sesuai dengan keinginan anak? Motivasi belajar anak akan hilang. Hadir rasa malas bahkan berujung menentang dan melawan walau dengan diam. Akhirnya, orangtua menghabiskan uang, dan anak menghabiskan waktu dan energi secara percuma. Hiks...

Apa jalan tengahnya? Mengajak anak berdiskusi tentang apa dan bagaimana sekolah, hingga berangkat pada keputusan, bahwa itu adalah sekolah pilihan bersama. Bukan hanya pilihan orang tua.

Dan, tak kalah penting adalah membekali fisik dan psikis anak untuk bersekolah. Umumnya, ada tiga permasalahan anak-anak saat bersekolah di TK.

Pertama, Pemalu. Ini bisa jadi karena anak tak terbiasa berinteraksi dengan orang asing selain keluarga terdekat. Cara paling gampang, ajak dan kenalkan anak dengan lingkungan selain lingkungan keluarga. Termasuk mengintip kegiatan bakal sekolah si anak. Jadi, anak memiliki gambaran tentang situasi sekolah.

Kedua. Pengganggu. Gangguan emosi ini acakali ditemui. Mungkin karena pola asuh yang memanjakan, atau semua keinginan dipenuhi hingga merasa "berkuasa". Karena di keluarga terbiasa menjadi "pusat perhatian". Menurutku, caranya biasakan anak berbagi dan menghargai kekurangan dan kelebihan setiap orang.

Ketiga. Rendah diri akibat keterbatasan secara fisik. Ini kerapkali dijumpai dari anak-anak disabilitas. Butuh peran ekstra orangtua serta kerja sama dengan guru, untuk menyakinkan anak. Bahwa anak memiliki hak dan peluang yang sama, mereka istimewa bukan "sosok yang berbeda" dan mereka percaya itu. Biasanya, guru TK pun sudah dibekali kemampuan ini.

Illustrated by pexels.com
Illustrated by pexels.com
Jadi...

Banyak tips dan artikel yang bermanfaat dan bisa menjadi rujukan bagi orangtua khususnya pasangan muda, untuk menyiapkan mental baik bagi diri sendiri juga untuk anak sejak dini, agar tak gagap saat memasuki usia sekolah.

Kredo keluarga adalah sekolah pertama bagi anak adalah benar. Dan, memaksimalkan suasana dalam keluarga seperti situasi di sekolah. adalah yang luarbiasa jika mampu dilakukan oleh semua orangtua.

Terakhir, kukutip sajak dari Kahlil Gibran, ya?

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu

Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri.

Demikian, semoga bermanfaat. Kalau sepakat, hayuk salaman!

Curup, 13.02.2020
zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun