Apatah kau perindu yang mematikan tunggu dengan kata pilu berbungkus bisu?
Seperti kisah-kisah liar berdebu, para petani yang membenci perihnya sayatan kemarau. Seperti lembar-lembar foto usang, yang tergantung di dinding kenangan. Terabaikan! Di antara peluh-peluh keluh yang menyelimuti buih-buih ingin yang dingin.
Jauh sebelum kau mencuri paksa sebuah rasa, dalam lupa yang disengaja. Aku bertahan pada mozaik mimpi yang terpahat fana.
Hanya angin yang tak lelah mengajak riak ombak menjumpai tepian pantai. Dan, hanya angin yang mampu membungkam asa, ketika kau dan aku tak lagi saling bicara.
Bagimu, aku adalah halaman buku yang hilang!
Bukan pelukis yang menggumuli warni warna dan arsiran sketsa! Bukan pula pengukir yang menabalkan tajam pisau penghilang baku risau.
Aku hanya sekawanan awan yang melayang dalam bayangan, tertata dramatis pada pandangan. Mengarak angan pada ingin yang perlahan tersapu angin.
Ketika rasa bertahan pada tanya tak berjawab. Untuk apa merawat harap?
Curup, 06.01.2020
zaldychan