Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "Just The Way I Am" [4]

12 September 2019   08:15 Diperbarui: 12 September 2019   08:14 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

"Mamas? Hallo?"

Satu sapaan. Tekanan suara khas. Hanya milikmu. Aku tahu, nada bergetar itu untukku. Tak sampai hitungan jari. Jangka setengah tahun. Kudengar suaramu.

"Iya! Nik apa kabar?"

Tak ada jawabmu. Selalu begitu. Biasanya, hening sesaat. Akan ada hempasan pelan nafasmu sebelum menjawab. Tidak malam itu. Kau biarkan waktu bergerak diam.

"Nik?"

"Iya."

"Sakit?"

"Gak!"

Kukira. Barusan bukan percakapan. Aku percaya. Seribu satu inginmu juga inginku. Tersekat pada ruang juga waktu. Terkadang aku berfikir. Untuk apa berujar rindu? Jika titik pertemuan, tak mampu kau tentukan.

"Nangis?"

"Gak!"

"Nik?"

"Mas sehat, kan?"


Itu caramu. Berusaha mengubah alur bicara. Dari suaramu aku kenal nada itu. Tak lagi kukejar. Agar beningmu tak keluar. Kuikuti alurmu.

"Hamdallah! Sehat."

"Tadi Mas ngajar?"

"Gak!"

"Hah! Kenapa? Mas sakit? Bilangnya sehat? Lagi gak ada Jadual, ya? Atau ..."

"Haha..."

"Mas!"


Akh! Aku rindukan nada itu. Aku hafal raut wajahmu, jika berujar seperti itu. Kubayangkan saat itu. Kau tundukkan kepala. Wajahmu akan bersemu merah.


"Satu-satu, kalau nanya!"

"Biar!"

"Tadi rapat bulanan! Jadual Mas siang. Jadi gak ngajar!"

"Oh!"

"Tapi Mas gajian! Makanya bisa nelpon!"

"Jadi. Kemarin gak..."

"Iya. Duitnya habis!"

"Nik nunggu! Mas nelpon lagi! Tapi..."

"Maaf, ya?"

"Nik juga! Mas nelpon. Nunik gak ada!"

Tak berubah. Di surat. Di telpon. Atau bicara langsung. Kau dan aku akan rebutan di posisi bersalah dan meminta maaf. Aku lupa, sejak kapan itu bermula. Tapi itu terpola. Tanpa rekayasa.

"Wisudanya hari sabtu, kan?"

"Iya!"

"Beres semua?"

"Udah!"

"Ayah dan Mamak?"

"Insyaallah datang! Mungkin sewa mobil!"

"Wah! Ikut semua?"

"Iya. Berangkat shubuh jum'at!"

"Syukurlah! Insyaallah sampai shubuh atau pagi sabtu!"

"Tapi..."

Kalimatmu terputus. Kubayangkan wajahmu saat itu. Nada suaramu persis sama. Kembalikan ingatanku. Saat menelponmu malam. Esok paginya. Kau ujian skripsi.

Kau tak sembunyi. Ada tangismu malam itu. Aku tahu. Kau ingin hadirku. Saat ujianmu. Seperti kau hadir. Saat kulalui hal yang sama.

"Hallo?"

"Iya, Mas."

"Nik, nangis lagi?"

"Mas bisa datang, kan?"

Akhirnya, kalimat tanya itu pun kau lontarkan. Benakku berputar. Mengeja kata jawabku. Hening hadir, di bilik kecil itu. Kulempar mata keluar pintu kaca. Beberapa orang memperhatikanku. Dengan wajah bermacam makna. Raut antrian sudah lama menunggu.


"Mas?"

"Dengarkan! Tapi jangan tunggu, ya? Jika tak dating, malam jum'at Mas telpon!"

"Kalau..."

"Mas gak mau janji!"

"Iya, Nik tahu!"

"Udah, ya? Gak enak! Banyak yang antri!"

"Tapi..."

"Jaga diri. Jangan sakit!"

"Iya. Mas juga!"

"Gak usah lagi bilang rindu, kan?"

"Iya."

"Salam sama Ibu Kost!"

"Iya!"

"Teman Nunik, gak usah!"

"Eh! Kenapa gak?"

"Nanti malah ikutan rindu!"

"Haha..."

"Biar Mas aja!"

"Nunik juga!"

zaldychan

getmarried | amanoftheworld | justforyou | thosethreewords | justhewayiam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun