Kemudian ada anggapan, demensia adalah perpisahan panjang dan paling menyedihkan bagi lansia. Ketika tak lagi mampu menjemput kenangan masa muda, tak lagi mengingat nama anggota keluarga, bahkan tak lagi mengerti diri sendiri.
Nyaris sama dengan demensia, eksistensi manusia berusia panjang acapkali dilecehkan karena sudah terserang pikun atau lupa! Berbeda dengan demensia yang melupakan segalanya. Pikun lebih kepada melupakan hal-hal detail, tentang dirinya atau lingkungan sekitar.
Apa yang terjadi? Usia yang panjang bisa saja menjadi penderitaan panjang ketimbang kebahagiaan. Mengingat buruknya kondisi kesehatan kaum lansia. Penderitaan itu tak hanya berlaku bagi para lansia, namun juga kerabat dekat, bahkan memperburuk ikatan dalam keluarga. Sering kita dengar atau saksikan, tah?
Hidup dengan Akal Sehat
Jika sepeda motor yang berusia tua bisa diperbaiki dengan melakukan restorasi atau mengganti onderdilnya. Apatah manusia bisa begitu? Keputusan akan bermuara, pada kemampuan manusia untuk memelihara dan merawat kesehatan.
Pola hidup sehat, tak melulu berpijak pada kesehatan ragawi. Sebab fungsi kesehatan ragawi hanya unsur pendukung. Lihat saja senyum dan tawa yang dihadirkan oleh manusia yang memiliki keterbatasan ragawi.
Yang terpenting adalah mewujudkan kesehatan yang dimulai dari pikiran. Tentang bagaimana "menjaga dan merawat pikiran," agar tak diracuni oleh hal-hal yang mampu mengurai kebahagiaan.
Bisa jadi, kemudian manusia tak lagi terlalu peduli memikirkan kesuksesan duniawi, atau tak merelakan diri terseret arus kehidupan yang tak pernah berujung. Mampu menentukan hal yang paling berharga dari hidupnya serta tahu apa yang ingin dilakukan.
Maka, manusia telah menemukan dirinya. Manusia pun telah menemukan jawaban tentang apa yang dicari dalam hidup. Yaitu, kebahagiaan.
Kebahagiaan yang bagaimana? Kesempurnaan bahagia itu adalah kebahagiaan lahir dan batin. Ada ujar-ujar tetua dikampungku tentang hakikat kebahagiaan hidup manusia, yaitu "Lahir mencari teman, Batin mencari Tuhan,".