Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "A Man of The World" [11]

22 Juli 2019   08:15 Diperbarui: 5 Agustus 2019   14:36 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Kukira. Jagung rebus miliki rasa sama, jika jagung itu dibeli atau diberi. Berbanding jagung hasil jerih tanam sendiri. Akan berbeda pada makna dan nilainya. Begitu rasaku saat itu.

Tak lagi kutunggu ujaran lengkap ketua tim. Kakiku bergerak cepat. Salami Pak Il yang juga berdiri menepuk bahuku. Kusalami satu-satu aggota tim. Aku tak peduli. Termasuk ketua tim yang terhenti bicara. Juga Ni Yul.

Aku berbalik badan. Pipinx dan Ajo hampiri aku. Saling rengkuh erat. Keduanya tahu, bagaimana aku bertahan hingga ke titik itu.

Aku menatapmu. Kau tak bergerak dari kursimu. Tak juga memandangku. Kau pilih tundukkan wajahmu. Perlahan kulepas, rengkuhan Pipinx dan Ajo. Aku berjalan ke arahmu. Kau berdiri, mengangkat wajahmu menatapku. Tak saling bicara. Mata air matamu Adalah jawaban rasamu. Saat kuusap kepalamu..

Kudengar derap langkah kaki. Berbondong menuju pintu ruang sidang. Saat ketua tim penguji berteriak.

"Hei! Sidang belum kututup!"

Tak ada yang bersuara. Kuangkat kepal tinjuku ke udara. Terdengar tawa di kursi penguji. Tak lama, disusul tiga kali ketukan palu. Sidang ditutup. Kuabaikan tangan dan ucapan dari teman seangkatan dan gerombolan. Langkahku pasti. Menuju toilet, persis di samping ruang sidang. Kubanting pintu. Sisakan teriakan.

"Jangan masuk! Tunggu di kantin!"

Kuhidupkan kran air. Kubuka kopiah, kubasahi kepala. Kunikmati tiap tetesan air di ubunku. Kuhempas resahku juga kesah. Kubiarkan terurai. Biar usai.

Tak kusadari. Berapa lama waktuku di toilet. Ada bunyi ketukan di pintu. Dan suaramu memanggilku. Kumatikan kran air. Kuacak rambut sebisaku. Kubuka pintu toilet. Kau terkejut. Matamu menikam mataku.

"Mas..."

"Kepala Mas panas!"

Kucoba tersenyum. Kembali kuusap kepalamu. Sekilas kurengkuh bahumu. Kuajak ke ruang sidang. Sudah kosong. Bersisa Pipinx, Ajo dan dua teman satu angkatan. 

Semua sibuk menyusun buku referensi ke dalam tas. Pipinx dan Ajo. Berhenti sesaat. Menatap wajahku. Sekilas tersenyum, kembali menyusun buku. Seakan tahu. Aku tak minat bicara.

Aku duduk di kursi sidang. Kau berdiri di sisiku. Semua buku sudah di dalam tas. Langsung dibawa ke kantin oleh dua teman satu angkatanku. Tinggal empat orang di ruang sidang. Pipinx dan Ajo, duduk di meja hijau. Pipinx menatapku.

"Lulus,kan?"

"Hamdallah."

"Tahu nilai skripsi Mpuanx?"

"Belum!"

"Haha..."

"Dasar! Memang makhluk aneh!"

Kau dan Pipinx tersenyum, mendengar komentar Ajo. Aku tak peduli nilai. Hanya kuingat kalimat ketua tim. Jika aku tak lagi layak di Fakultas Hukum. Itu cukup. Aku berdiri, membuka jas. Kusandang di bahu.

"Kantin, yuk!"

"Lanjut dulu!"

"Lah? Pagi tadi gak ikut! Sekarang..."

"Mesti ke fakultas! Masih rapat!"

Aku mengerti. Pipinx dan Ajo. Duo aktivis senior Fakultas Sastra juga universitasku. Kupeluk keduanya. Akhirnya, Aku tahu. Hari itu, harus hadir air mata laki-laki di ruang sidang. Tak bisa kucegah. Kubiarkan.

Agak lama. Tak lagi bicara. Hampir bersamaan. Empat pasang kaki. Berjalan keluar ruang sidang. Pipinx dan Ajo ke Dekanat Sastra. Kau ikuti langkahku menuju kantin. Kulihat Pak Il bicara dengan Da Zul. Pak Il segera berpaling ke arahku.

Kuhentikan langkah. Kuraih tangan pembimbingku. Berbisik ucapkan terima kasih. Kuajukan tangan Pak Il ke dahiku. Tak hanya pembimbing skripsi. Bagiku, Pak Il adalah mentorku. Mengajar sekaligus menghajarku. Mendidik juga menghardikku. Serta mengasuh asah naluri sidik dan lidikku. Sekali itu, kurasakan usapan tangannya di kepalaku.

"Kau bikin malu penguji!"

"Maaf, Pak!"

"Tadi bukan ujian! Itu interview!"

"Tapi..."

"Gak usah bahas lagi! Besok kembalikan bukuku!"

"Siap!"

"Temui semua Tim Penguji!"

"Hah?"

"Minta maaf. Dan ucapkan terima kasih!"

"Iya!"

"Tahu nilaimu?"

"Belum!"

"Tadi tak dengar?"

"Tidak!"


Pak Il tertawa. Gelengkan kepala. Kembali usap kepalaku. Berbalik badan, melangkah cepat menuju ruang jurusan. Masih tertawa dan gelengkan kepala. Da Zul juga tertawa menatapku. Ajukan dua jempol. Kupalingkan wajah ke arahmu. Kau tersenyum. Aku garuk kepala.

Kau jejeri langkahku. Saat masuki kantin. Aku tertawa, disambut riuh sorak dan tepuk tangan. Semua yang hadir di kantin berdiri. Aku terima ucapan, pelukan dan tepukan di bahu.

"Sudah! Aku mau pacaran dulu! Iya kan, Nik?"

"Hah?"

Tawa pecah di kantin. Melihat reaksi dan wajahmu. Siang itu jelang dzuhur. Kuraih dan kugenggam erat, pergelangan tangan kirimu. Aku tahu. Semburat merah penuhi wajahmu. Siul usil ditingkahi sorakan jahil, iringi langkah. Saat kau dan aku berjalan ke sudut biru.

#Nik

#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou #SayLovewithLetter #LoveJustaintEnough #BorntoFight #ThereisaWay #SpeakYourMind #UnforgettableMoment

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun