Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

NIK | "A Man of The World" [5]

12 Juli 2019   07:15 Diperbarui: 12 Juli 2019   07:26 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Takkan ada seorang pelukis, pemahat ataupun pembuat patung. Penuh imajinasi, dengan rasa dan karsa pun masa. Menghasilkan karya masterpiece. Untuk tujuan dihancurkan.

Aku pun tidak. Kulalui waktu bersamamu. Kubingkai. Kuingin itu menjadi prasasti abadi. Semampu dan semampusku. Kukira, kau sudah tahu itu.

Kau takluk dengan kodrat. Bagimu, menunggu adalah garismu. Dan kau ingin, aku tahu kau menunggu. Bukan lagi aku. Tapi waktu bersama. Agar lukisan rasa tak lagi asa, tapi nyata. Milikmu. Milikku. Milik berdua.

Malam itu. Hujan tak juga reda. Isya sudah sejak tadi. Beberapa saat, beranda terasa sunyi. Kau juga aku menikmati sepi. Tetiba. Kau ubah posisi dudukmu. Ke hadapku.

"Besok, Mas ke kampus pukul berapa?"

"Sembilan!"

"Ujian tetap pukul sepuluh, kan?"

"Iya!"

"Nik besok ke rumah Mas, boleh?"

Aku tersenyum. Kuacak kepalamu. Kau bergeming. Wajahmu tak berubah. Matamu lurus menatapku.

"Nik kenapa?"

"Boleh, kan?"

"Harus dijawab?"

"Kan, Mas gak ajak!"

Aku tertawa. Kau tidak. Kuraih gelas di meja. Kureguk isinya. Kembali, kunyalakan sebatang rokok. Kuhempas pelan asap rokokku. Kau diam, menunggu reaksiku.

"Dengarkan Mas! Selesaikan kuliah. Itu Kewajiban Mas ke Amak. Tapi bukan untuk Amak!"

"Hah!"

"Menurut Nunik. Untuk siapa?"

"Harusnya. Untuk Amak!"

"Bukan!"

"Keluarga?"

"Bukan!"

"Untuk Mas?"

"Tidak!"

"Jadi?"

"Mas bertahan, karena ada Nunik. Ujian besok, bukan untuk Mas!"

"Nik tadi..."

"Tapi berdua!"

Kau sangat kenal nada itu. Kau berusaha hentikan ucapanku. Suaraku serak, menahan getar rasaku. Menekan dalam emosiku. Aku tak lagi menatapmu. Kusandarkan tubuhku. Mataku menembus malam. Penuh butir hujan.

Ingatanku tertarik, kembali ke awal mula. Tertatih dan berlatih mengukur bayang diri. Saat kuputuskan kuliah. Tak hanya mengejar asa. Tapi mengeja rasa. Tak ada yang kusembunyikan. Tapi banyak hal. Tak mampu kubunyikan padamu.

Suasana beranda kembali sunyi. Aku tahu, kau ingin simpan beningmu dalam hening. Desah nafasmu, jelaskan isi hatimu.


Malam itu. Saat itu. Lalu waktu terasa lambat. Dua tanganmu, memegang lenganku. Aku menatapmu. Kuusap beningmu.

"Jangan tanya lagi!"

"Maafkan Nunik, Mas..."

"Nik mengerti?"

Perlahan. Kau anggukkan kepala. Cengkraman tanganmu, semakin kuat di lenganku. Tangismu, semakin deras. Kubiarkan, kau hempaskan rasamu. Aku berusaha tersenyum.


"Besok, Nunik harus hadir!"

"Maafkan Nik, Mas! Tadi Nunik merasa..."

"Nik masih ingat?"

"Hah?"

"Mas pernah bilang, kan?"

"Apa?"

"Besok Nunik..."

"Iya! Nik besok datang pagi!"

"Bukan itu!"

"Eh, Mas bilang apa? Nunik gak..."

"Nunik tolong pasangkan dasi!"

Kau tertawa. Beningmu pun nikmati tawamu. Aku tersenyum. Cengkrammu, bertukar aksi menjadi cubitan. Kunikmati perih duet jarimu. Dengan kepulan asap rokokku.

"Kalau Nunik..."

"Lupa?"

"Gak!"

"Syukurlah! Sudah latihan, kan?"

"Semisal Nik gak bisa?"

"Mas gak pakai dasi!"

"Bilangnya wajib?"

"Memakai dasi tidak termasuk unsur penilaian skripsi!"

"Iiih...! Dasar pemberontak!"

#Nik

#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou #SayLovewithLetter #LoveJustaintEnough #BorntoFight #ThereisaWay #SpeakYourMind #UnforgettableMoment

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun