Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Cerpen | Jejak Kepulangan Sunyi

1 Juni 2019   21:19 Diperbarui: 1 Juni 2019   21:25 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by. pixabay.com

"Pulang, Mas?"

Seperti hari ini. tiga hari jelang idul fithri. Satu jam sesudah lewati waktu dzuhur. Empat tahun lalu. Dua kata dengan kalimat tanya keluar dari bibirmu. Saat itu, aku terdiam memagu bisu. Kau pun tahu, tak perlu menunggu jawabku. Kau pun mengerti, Bagiku kata pulang tak sekedar berarti kembali. Namun menjemput setiap aliran waktu yang menyimpan masa lalu.

Masa lalu tak pernah hilang. Dan tak mungkin terbuang atau sengaja dibuang. Hanya kekuatan melupakan, yang menghentikan segala kehilangan menuju jalan pulang. Namun acap kali hadir di setiap butiran hujan, bulir bening embun atau di setiap bilik persembunyian matahari bernama senja. Masa lalu akan pulang mengenakan jubah kenangan.

"Kau lupa? Aku lelakimu!"

Bukan kenangan, berkali jawaban lugas itu kuujarkan kembali di pelepah ingatanmu. Lelaki yang menjelajah setiap titik pengembaraan, menelusuri jejak perjalanan panjang. Lelaki yang memaknai kehidupan adalah perjuangan, tak peduli biduk mulai pecah dan kayuh yang patah menerjang hantaman bermacam gelombang. Pantang memutar haluan menempuh perjalanan pulang. Airmata, adalah caramu memendam ketidakmengertian memahami saat aku membuat keputusan.

Keputusanku untuk pergi bukanlah cara menemukan jalan pulang. Namun melangkah melalui lorong-lorong rahasia terpanjang dalam kehidupan. tersesat pada titik-titik persimpangan, menafikan pertolongan menempuh dinding-dinding keterbatasan. Keputusanmu menemani, adalah keabadian sunyi. Merengkuh segala pembuluh rasa, dimana cinta bermuara.

"Aku mencintaimu, Mas!"

Muara peryataan itu kugenggam erat dalam kerumunan kecemasan. Kupegang sebagai pedoman melanjutkan perjalanan. Mengabaikan onak duri yang menyakiti, hingga kita tak tahu cara berhenti. Seperti bintang yang menunggu giliran mengisi malam. Dengan kerlip cahaya yang disisakan tenggelam matahari. Seperti cintamu padaku.

Cinta yang tak mengajak pulang. Dan memaksa kita, kembali menyaksikan setiap perubahan-perubahan dari luka waktu yang ditinggalkan. Melihat kembali genangan duka masa lalu yang harus dilupakan. Menyesali jauh pengembaraan dari tanah kelahiran, menambatkan hati pada penolakan untuk menyimpan kenangan. Memupuk kebencian titik awal perjuangan.

"Jaga cintamu, aku menjagamu!"

Perjuangan mengantarkan kita untuk menemukan kebahagiaan. Hingga bahagia dirasakan pada setiap perjumpaannya. Bagiku, Kebahagiaan bukan tujuan. Jika begitu, akan bermakna kepulangan. Dan kita terlantar mengeja sketsa-sketsa dalam pelarian cinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun