Kata "debat" menguasai Indonesia! Apalagi bertopik debat Capres 2019. Lebay? baca saja di media cetak atau baca dan dengar di elektronik semisal TV atau Radio. Apatah lagi Media Sosial! Daripada pasrah dikuasai, akupun ikut gunakan kata debat. Agar ikut menguasai Indonesia. Haha...Â
Respon acara  debat itu  luar biasa. Berbagai topik disajikan. Argumentasi dikemukakan. Termasuk beberapa senjata rahasia disiapkan.Â
Data dan fakta berlaga kambing! Semisal Sumber berkategori primer, sekunder atau imajinasi fiksi pun hadir ke ruang publik! Jangan marah! Cuma misal. Hehe...
Positive Thinking saja. Debat itu dipandang serius. Â Mesti dihadapi dengan serius. Agar menghasilkan sesuatu yang serius. Biar Indonesia lima tahun yang akan datang serius.Â
Dalam kelirumologiku. Â Ada hal menarik dalam merefleksikan tahapan debat pada Pemilu kali ini, aku tak tahu bagi orang lain.Â
1. Itu debat Pilpres BUKAN Capres!Â
nyinyir! Itu akhir kata temanku. Â Saat kuajukan logika bahasa. Â Bahwa debat yang akan tayang adalah debat Pilpres. Bermakna, debat untuk pemilihan presiden. Bagaimana bisa sepakat disebut debat Capres atau Kandidat? Jika salah satu diantara peserta itu sudah (masih) presiden? Â Diam-diam, Â kamu sepakat?
2. Debat itu adalah rekayasa BUKAN reka asa!
Kenapa begitu? Dari asal katanya, rekayasa itu penerapan kaidah-kaidah keilmuan. Memperkuat makna rekayasa itu, ketika ditentukan topik yang akan diperdebatkan. Dibagi beberapa ronde dengan inteval yang cukup bagi para kandidat untuk bersiap diri bahkan sempat lakukan simulasi. Â Bayangkan jika reka asa? Bisa jadi penerapan ilmu kiramologi dan sukamologi lebih mendominasi! Yaitu Kira-kira dan ilmu suka-suka. Ahaaay...Â
3. Debat  itu, BUKAN (hanya) Isi Kepala
aku duga, Â sebagian akan marah! Begini alasan dengan argumentasi sependektahuku. Di point dua (2) sudah kusinggung sedikit. Bahwa materi debat, sudah ditetapkan jauh hari. Ok, Â aku sepakat. Tapi jika peserta juga adakan simulasi! Lah? Itu debat dengan makna apa?Â