Mohon tunggu...
Zakky Abdillah
Zakky Abdillah Mohon Tunggu... Editor - Zakky Abdillah

Masih Awam

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Struggle for The Fittest dalam Pandemi Covid-19

13 April 2020   14:07 Diperbarui: 13 April 2020   14:20 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : National Geographic

Mencoba untuk sedikit nakal meminjam teori milik Darwin, Evolusi, tentang bagaimana makhluk hidup di bumi ini senantiasa mengalami evolusi dengan berjuang menghadapi kondisi yang ada di alam, sehingga yang terus bertahan dan mampu beradaptasi merupakan makhluk-makhluk terbaik, 'struggle for the fittest' singkatnya.

Meskipun kemudian teori ini banyak dikritik ketika diterapkan di dunia sosial karena memunculkan Fasisme NAZI yang memberangus salah satu ras yang dianggap lemah. (tapi saya tidak hendak masuk urusan politik fasis itu, saya hendak menarik hikmah pada sisi lainnya)

Lepas dari itu, saya mencoba melihat kondisi pandemi covid-19 saat ini pun sebagai ajang 'struggle for the fittest' bagi umat manusia di seluruh muka bumi. Yang pertama, mungkin bisa kita ketahui mana-mana saja manusia yang memiliki kesehatan yang baik, menjaga pola hidup sehat, berolahraga, mencukupi nutrisi yang seimbang, dsb.

Orang-orang seperti ini tentu akan mampu menghadapi badai covid-19 dengan mudah bahkan membentuk herd-imunity di dalam mekanisme tubuhnya sehingga membuat orang semakin kebal dengan potensi-potensi penyakit yang akan datang (tetap bisa terinfeksi tetapi mudah untuk recovery).

Sebaliknya yang memiliki pola hidup buruk, jarang atau tidak pernah olahraga, nutrisi asal masuk mulut tanpa diperhatikan kecukupan gizi dan kebersihannya, orang-orang semacam ini akan dengan mudah terjangkit infeksi covid-19.

Hal itu dibuktikan dengan banyaknya laporan orang yang memiliki riwayat sakit seperti pneumonia, kanker, hipertensi, jantung, diabetes, stroke, TBC, dll. mudah terjangkit dan punya rasio kematian tertinggi.

Kalaupun bisa survive memerlukan penanganan yang ekstra dan lebih lama. Selepas pandemi covid-19 maka akan tersisa orang-orang yang sehat, yang struggle, sehingga orang-orang yang memiliki perhatian pada tubuhnya lah yang tersisa.

Yang kedua, struggle for the fittest di tengah pandemi ini juga termasuk seleksi terkait dengan pola pemikiran. Orang-orang yang memiliki pola pikir rasional dan ilmiah akan mampu struggle dan fit di tengah kondisi pandemi.

Pola pikir rasional dan ilmiah biasa ditandai dengan pertimbangan berdasar ilmu pengetahuan terkait di tengah pandemi, Ia memikirkan bagaimana supaya tidak menulari atau tertular maka Ia perlu melakukan jaga jarak dengan orang lain (physical distancing), menggunakan masker, tidak bepergian/mudik, selalu mencuci tangan, menjaga kebersihan, konsumsi nutrisi dan vitamin, tidak melakukan diet ketat/membatasi nutrisi, olahraga, dsb. pola pikir semacam ini yang akan menang.

Berbeda dengan pola pikir tradisional/jumud yang menghadapi situasi pandemi dengan santainya menjalani seperti hari-hari biasa, tidak memakai masker, bersin/batuk ngawur, makan seadanya, ibadah jamaah di rumah ibadah (padahal sudah tegas untuk sementara ibadah dijalankan di rumah saja), tetap cangkruk di warung kopi, berbalik menghina saat diingatkan memakai masker/tidak berdekatan. Orang berpola pikir tradisional bakal musnah dengan sendirinya, Ia tidak lagi fit (cocok) dengan kondisi saat ini.

Yang ketiga, struggle for the fittest di tengah pandemi covid ini termasuk seleksi kepedulian terhadap sesama. Orang/ perusahaan yang memiliki kepedulian akan ikut bersama-sama menyelesaikan pandemi ini dengan tidak mengambil keuntungan yang berlebihan, bahkan ikut memberikan sumbangsih atas keuntungan usaha yang selama ini didapatkan untuk membantu sesama (membagikan masker, sembako, membuatkan tempat cuci tangan/ bilik desinfektan di berbagai lokasi, dsb.).

Orang ini sadar ketika Ia ikut memberikan solusi/ peduli maka masalah ini akan segera dilalui dan bisa memulai kehidupan seperti sedia kala.

Sebaliknya orang yang rakus/tamak di tengah kondisi pandemi tanpa ada rasa peduli misal dengan mengambil keuntungan berlebih saat jualan masker/hand sanitizer, menimbun sembako, membuat order fiktif, mencuri masker/ keran-sabun tempat cuci tangan, dsb. justru semakin membuar memperkeruh masalah di tengah masyarakat.

Orang semacam ini justru akan mengancam dirinya sendiri karena pandemi tidak segera berakhir, bahkan di situasi tertentu Ia akan berurusan dengan hukum dan sanksi sosial.

Pada akhirnya kondisi pandemi ini akan melahirkan generasi manusia yang baru, yang mampu berjuang dan bertahan hidup, Ia harus berubah dan beradaptasi sehingga Ia dinilai fit (cocok) dengan konteks dunia yang terus mengalami pembaruan.

Generasi manusia baru yang memiliki pola hidup sehat, akal pikiran yang didayagunakan secara rasional dan ilmiah, dan memiliki kepedulian kepada sesama. Struggle for the fittest.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun