Mohon tunggu...
Zakky Abdillah
Zakky Abdillah Mohon Tunggu... Editor - Zakky Abdillah

Masih Awam

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dinamika Suksesi dan Syahadat Pejabat Negara

10 Oktober 2019   12:55 Diperbarui: 10 Oktober 2019   13:12 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggal 1 Oktober lalu kita disibukkan dengan agenda pelantikan wakil rakyat yang (katanya) baru, yang akan mewakili kita sebagai rakyat biasa dalam fungsi-fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Beberapa hari lagi pun media di tanah air akan sibuk memberitakan serba-serbi pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019 -- 2024 yakni Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. 

Meskipun dalam kondisi saat ini yang mengalami berbagai macam tekanan baik dari kalangan para mahasiswa, tekanan dari partai politik, tekanan dari pendukungnya dulu yang sekarang kecewa dengan sikap presiden terhadap revisi UU KPK, dan tekanan dari partai oposisi dan kelompok lainnya yang sejak kampanye pemilu sudah terang-terangan menentang pemerintah. 

Setelah pelantikan, Presiden dan Wakil Presiden akan mengumumkan para menteri yang menjalankan sektor pemerintahan untuk mengeksekusi visi dan misi Presiden Jokowi saat kampanye.

Agenda suksesi pejabat negara sedang berlangsung dan menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak, tentu dalam periode baru ini selama 5 tahun mendatang akan lebih banyak tantangan bagi para pejabat negara yang baru, apalagi di tengah era yang saat ini banyak disebut sebagai era post-truth, era disrupsi, era kemajuan teknologi (komputasi awan, big data, internet of things, dsb.), era industri 4.0, dst. 

Tentu menjadi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan bagi pejabat negara 5 tahun mendatang untuk menghadirkan masyarakat Indonesia sesuai dengan "Visi Indonesia" yang disampaikan oleh Joko Widodo terbagi dalam lima fokus pembangunan yakni melanjutkan pembangunan infrastruktur, pembangunan SDM, pangkas yang menghambat investasi, reformasi birokrasi, dan APBN yang fokus dan tepat sasaran. Tentu semua ini untuk mencapai masyarakat Indonesia yang optimis menatap masa depan di tengah kompetisi global.

Iya memang semua itu adalah hal-hal ideal yang ingin kita capai, tapi semua terlihat mudah bila hanya sekadar diucapkan, apalagi yang mengucapkan adalah seorang politisi yang bisa diucapkan sesuka hatinya pada saat kampanye untuk meluluhkan hati para pemilih agar mencoblosnya saat pemilu. Baik para anggota legislatif maupun presiden dan wakil presiden, yang kemudian memilih menteri-menterinya. 

Teringat oleh apa yang disampaikan oleh Prof. Salim Said, "Jangan pernah percaya omongan politisi". Saya sangat sepakat betul dengan ucapan beliau. Bolehlah kita menitipkan aspirasi kita dalam setiap pemilu, tapi jangan sampai kita percaya penuh dengan kata-kata para politisi karena dibalik ucapannya itu ada berbagai kepentingan yang hendak dia penuhi dan hendak dia bayar, rakyat hanya dimintai legitimasi saja pada saat pemilu, selepas itu kepentingan-kepentingan lain yang hendak dibela, kepentingan pengusaha yang membiayai partai, kepentingan partai politik, kepentingan keluarga, kepentingan perusahaan, dsb. 

Itulah banyak analisis yang menyebut era politik saat ini masuk pada Politik Oligarki, di mana kekuasaan politik dikuasai oleh segelintir kecil elit saja. Penguasaan segelintir elit ini baik dari ketua partai politik ataupun pengusaha kemudian berpengaruh kepada masyarakat hingga harga telur dan parkir motor di pasar pun bisa mereka kendalikan.

Tentu ini menjadi pressure yang sangat tinggi kepada Presiden Jokowi, banyak pihak yang meyakini bahwa sebenarnya Jokowi adalah orang baik, tapi sayangnya beliau ada di pusaran orang-orang yang menjalankan Politik Oligarki itu. Sehingga terlihat seperti kurang lincah dalam mengambil kebijakan

Maka dalam periode mendatang besar harapan masyarakat agar Presiden memilih orang-orang yang menjadi pembantunya dari orang-orang yang sangat kompeten, bermoral, dan hanya taat untuk menjalankan visi presiden (bukan visi ketua partai, pengusaha, dll.). Banyak yang mengidam-idamkan presiden membentuk kabinet Zaken, yang mana kabinet diisi oleh orang-orang yang ahli, bukan yang memiliki konflik kepentingan partai politik. Dengan menyerahkan kepada yang ahli artinya akan memberikan katalis kepada masyarakat Indonesia untuk siap menghadapi kompetisi global.

Sayangnya ini bukan menjadi suatu hal yang mudah, karena orang-orang yang berada di sekitar presiden ini masih akan saja terus memberi tekanan. Apalagi ketika melihat anggota DPR yang baru ini semakin meyakinkan publik bahwa wakil rakyat pun tak sepenuhnya mewakili dirinya. Bisa kita lihat dari bagaimana sikap DPR baru yang ternyata masih saja mendukung revisi UU KPK, bagaimana integritas mereka yang minim sekali presensinya yang seharusnya menjadi 'murid baru' parlemen saja sudah berani bolos mewakili rakyat.

Tentu baik dari anggota DPR, para menteri terpilih nantinya, dan Presiden serta Wakil Presiden, seharusnya menyadari bahwa pilihannya untuk menjadi wakil publik seharusnya menyadari bahwa apa yang sekarang menjadi niat, sikap, dan tindakannya adalah untuk kepentingan publik masyarakat luas. Bukan lagi diniatkan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Maka dari itu Anda sekarang disebut pejabat publik, bukan pejabat privat.

Yang menjadi pertanyaan kemudian ngapain aja dia ketika dilantik ? ketika dia ber-syahadat mengucapkan ikrar dan janjinya atas nama Allah menjalankan tugas dan kewajibannya demi nusa dan bangsa, apa tidak dia betul-betul resapi atau pelantikan hanya sekadar seremonial saja. DPR baru saja mengucapkan 'syahadat pelantikan' 1 Oktober lalu dan beberapa hari ini bisa kita lihat bagaimana implementasi sumpah atas nama tuhan itu. 

Kini 10 hari lagi Presiden dan  Wakil Presiden tentu semua masyarakat Indonesia berharap Presiden dan Wakil Presiden tidak seperti tindak laku para anggota DPR, Presiden dan Wakil Presiden harus betul-betul ingat dan meresapi 'syahadat pelantikan' nya tanggal 20 Oktober nanti. Perlu saya kutip bagaimana kalimat sumpah dan janji presiden dalam pasal 9 UUD 1945 :

"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaikbaiknya dan seadiladilnya, memegang teguh UndangUndang Dasar dan menjalankan segala undangundang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa"

"Saya berjanji dengan sungguhsungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaikbaiknya dan seadiladilnya, memegang teguh UndangUndang Dasar dan menjalankan segala undangundang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa".

Dari hati yang paling dalam semoga sumpah dan janji yang saya sebut sebagai 'syahadat pelantikan' ini terpatri di dalam hati. Setidaknya untuk mengobati kekecewaan terhadap pejabat publik yang namanya anggota DPR. Akhir kata, sebagai pejabat publik jadilah seperti gula di dalam secangkir kopi panas di pagi hari, kopi tanpa gula pasti akan terasa pahit, tetapi ketika takaran gulanya pas malah yang mendapatkan pujian kopinya.

Jadilah pejabat yang memberikan arti kepada publik dan masyarakat, tidak harus selalu terlihat publik, mendapatkan pujian ataupun cacian, tapi buktikan segala niat dan tindakan hanya untuk membangun masyarakat Indonesia, demi menunaikan 'syahadat pelantikan'. Kita tunggu saja beberapa hari ke depan..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun