Mohon tunggu...
Zaki Mubarak
Zaki Mubarak Mohon Tunggu... Dosen -

Saya adalah Pemerhati Pendidikan tinggal di Tasikmalaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengubah Mindset Guru di Abad 21 (Part 1)

26 Agustus 2017   07:57 Diperbarui: 26 Agustus 2017   19:36 2858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

PERSAINGAN sengit antar negara di dunia sedang terjadi. Negara dengan sumber daya manusia (SDM) yang lebih baik akan menjadi pemenang. Negara dengan SDM rendah masih bisa bertahan hidup dengan memanfaatkan sumber daya alam (SDA)-nya. Mereka suatu saat nanti akan tersadarkan bahwa ketika SDAnya habis, maka tidak ada cara lain untuk bertahan hidup dengan berhutang, atau menggadaikan negara kepada negara lain. Karena SDA akan habis, untuk menghindari "penjualan" negara, maka peningkatan SDM adalah solusinya. Negara yang hebat saat ini adalah, disamping SDM nya sudah ditata dengan rapih, ia juga memiliki limpahan SDA di dalamnya.

Tulisan ini ingin mencoba membuka paradigma guru tentang bagaimana sebuah negara yang sedang bersaing di abad 21. Tujuannya, ingin mencoba membawa kesadaran guru untuk move on dari paradigma lama. Hanya kesiapan guru ndalam perubahan mind set inilah yang mampu merubah sebuah bangsa. Kesiapan (readiness) guru inilah yang merupakan start up dalam memastikan negara berhasil dalam abad 21. Kesiapan harus diawali dengan mengetahui, memahami, dan mengamalkan keterampilan-keterampilan abad 21 yang ditularkan kepada siswa sebagai generasi bangsa selanjutnya.

Guru Masa Lalu

Inilah gambaran guru dengan paradigma masa lalu. Pada abad 20 (antara awal 1901 -- 2000) adalah masa dimana ilmu pengetahuan diidentifikasi sebagai sebuah "konsep" pengetahuan. Ilmu yang menjadi lem perekat interaksi guru-siswa didefinisikan sebagai pengetahuan yang harus dikuasi oleh individu. Hasil pendidikan diarahkan untuk menjadi lembaga pentransfer ilmu konseptual. Para guru bertindak sebagai "operator" untuk mentransfer (memindahkan) ilmu yang ada di kepalanya atau di buku paketnya ke kepala anak atau buku tulisnya.

Definisi "pintar" adalah manakala siswa dianggap mampu menjawab semua pertanyaan berbasis ilmu pengetahuan. Instrumen penting dalam abad ini adalah kecepatan prosesor anak (otak) dan besarnya ruang memori untuk meyimpan ilmu pengetahuan. Semakin siswa memiliki kecepatan otak dengan nama IQ dalam mengolah informasi konsep pengetahuan, maka semakin dikatakan pintar. Semakin ia mampu untuk menyipan informasi dalam memorinya maka ia dipandang sebagai orang pintar. Orang pintar adalah orang yang diberkati dengan otak dan memorinya.

Jadi, orang berpendidikan adalah orang yang "tahu". Tahu konsep pengetahuan yang diuji melalui test tulis atau lisan sebagai instrumen utamanya. Jika ia mampu menyimpan ilmu pengetahuan dalam memorinya, kemudian dapat meng-encode-pengetahuan itu sebagai respon dalam stimulus pertanyaan, maka ia merupakan orang hebat.

Hal inilah yang membuat abad 20 adalah abad ilmu pengetahuan yang menyederhanakan pendidikan dengan "mengingat", "memahami", dan "mengamalkan" konsep pengetahuan. Tidak heran pendidikan ini menjadi pendidikan yang menghasilkan NATO (no action talk only). SDM dengan desain model ini mampu merajut kata, membuat konsep, dan mencoba konsep itu namun tidak jarang ilmunya hanya sampai pada konsep dan tidak menjadi sebuah hal yang bermanfaat secara praktis dalam kehidupan. Keterampilan abad ini hanya sampai kepada lower order thinking skills (LOTS, Anderson).

Dampak dalam pendidikan model ini adalah mendesain manusia yang menguasai ilmu pengetahuan sebagai konsep abstrak dan tidak mencoba "membumikan" konsep itu dalam sebuah produk yang praktis dalam kehidupan. Mereka akan hebat dalam menjawab berbagai macam ujian konsep pengetahuan, namun lemah dalam menjawab ujian kehidupan nyata. Mereka hebat dalam berargumentasi namun mereka tidak bisa membuktikan argumentasi itu menjadi sebuah kemanfaatan praktis dalam kehidupan. Itulah abad 20.

Lalu bagaimana dengan guru saat itu? Guru saat itu adalah mereka yang menjadi personifikasi dari paradigma abad 20. Mereka adalah guru yang menjadi "teacher" dengan tugas pokok transfer of knowledge. Guru yang menganggap konsep pengetahuan adalah indikator keberhasilan pendidikan. Guru yang menganggap test tulis adalah cara "suci" dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Guru dengan mengklaim dirinya adalah sebagai satu-satunya sumber belajar, ahli dalam ilmu, menara gading, dan menjadi "raja" di ruang kelasnya. Apakah kesuksesan belajar ala abad 20 selalu linier dengan kesuksesan hidup?

Guru Masa Kini

Posisi guru saat ini adalah posisi di abad 21 (antara tahun 2001 -- 2100). Abad ini masih panjang durasinya, ya sekitar 83 tahun lagi. Kecenderungan abad ini memiliki perbedaan yang kontras dengan abad sebelumnya. Paling tidak ada dua kontradiksi dalam abad ini yakni: (1) LOTS vs HOTS dan (2) kompetitif vs kolaboratif. Masih banyak lagi yang kontras, tapi hemat saya ini bisa mewakili dalam pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun