Mohon tunggu...
Zaki Mubarak
Zaki Mubarak Mohon Tunggu... Dosen -

Saya adalah Pemerhati Pendidikan tinggal di Tasikmalaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mutu Guru, Siapa yang Menjamin?

14 Mei 2017   17:08 Diperbarui: 14 Mei 2017   17:33 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

(2) optimalisasi pengawas mata pelajaran. Sebagaimana yang saya tahu, setiap dinas pendidikan atau pun majelis pendidikan madrasah memiliki pengawas, namun tenaga mereka terbatas. Formalitas datang ke sekolah sebagai supervisor banyak dilakukan secara general dan kadang menghilangkan ruh supervisinya untuk guru. Disamping itu, pengawas mata pelajaran sangat terbatas dan tidak merata. Alangkah lebih baiknya, pemerintah melakukan pemetaan ulang wilayah kerja pengawas dan lebih fokus kepada peningkatan mutu guru, bukan administrasi gurunya saja. Pengawas juga jangan hanya dijadikan ruang transit mantan kepala yang dimensi kinerjanya telah menurun, namun menjadi profesi yang benar-benar pelatih guru handal.

(3) materi peningkatan mutu harus mencakup pada tiga hal yakni (a) penyadaran alam bawah sadar guru. Hipnoteaching adalah salah satu bahan yang harus diajarkan, karena dengan begini guru akan mampu menjadi guru yang menggugah. Mereka akan mampu membangunkan alam bawah sadar siswa sehingga proses belajar akan lebih baik, motivasi akan meningkat dan aktifitas pun akan menyenangkan. Pelatihan hipnoteaching adalah cara paling bagus untuk membangun kemabali alam bawah sadar guru-siswa.

(b) pelatihan metakognitif. Metakognitif adalah pengetahuan cara mendapatkan pengetahuan. Mayoritas guru tidak memiliki pengetahuan ini, sehingga guru datang ke kelas hanya untuk menyampaikan ilmu dan ketika bel berbunyi, maka selesailah. Nah, guru penting untuk mengetahui bagaimana otak bekerja (brain-based leraning). Pelatihan berbasis neuroscience adalah cara yang paling baik untuk melatih guru untuk mengetahui kecenderungan siswa untuk belajar, dan guru akan dapat menyelesaikan masalah perbedaan gaya belajar siswa.

(c) pelatihan self-emotional-spiritual theraphy. Pelatihan ini memiliki maksud bahwa guru harus mampu memberikan terapi-terapi yang berlandaskan kepada emosional (psikologis) dan spiritual (agamis) untuk menyelesaikan masalah belajar siswa. Bagaimana teknik pijit terapi fisik yang sangat berhubungan dengan kerja otak dan hati harus diajarkan. Tujuannya, ketika belajar, guru tidak hanya fokus menyampaikan materi tapi melihat masalah yang hadir di setiap anak, seperti bosan, lelah, tidak fokus dan penyakit olohok ngembang kadu.

(d) pelatihan asosiatif-konektifitas. Pelatihan ini adalah untuk melatih guru menyederhanakan konsep yang rumit ke analogiyang sederhana. Analogi-asosiatif ini akan mudah dicerna dan dimengerti oleh siswa. Asosiasi ini akan mengkoneksikan semua ilmu yang telah dipelajari oleh siswa sehingga pelajaran satu akan terkoneksi dengan pelajaran lainnya.

Empat hal ini perlu dipelajari oleh guru dan guru pun harus menguasainya, bukan hanya hadir di pelatihan saja. Ini memang sulit dan membutuhkan pelatihan berhari-hari. Tapi kemampuan hasil pelatihan ini akan menjadi investasi seumur hidup yang membaikan siswa kita dan tentu saja pendidikan kita.

(4) evaluasi mutu harus dijaga oleh pemerintah. Bila pemerintah telah mengeluarkan sertifikat pendidik sebagai legalitas menyandang profesi guru, itu tidak cukup. Walaupun sertifikat ini seumur hidup, daya kontrolnya hampir tidak ada. Mungkin bila kita melihat kemampuan bahasa Inggris seseorang, maka dia harus ikut test TOEFL. Sertifikat TOEFL hanya dibatasi dua tahun, dan kemampuan bahasa Inggris dia harus diuji ulang menggunakan TOEFL dua tahun kemudian. Bisa lebih baik, bisa menurun. Itu sama dengan mutu guru.

Nah, pemerintah apabila berat untuk melakukan itu seberat melaksanakan Uji Kompetensi Gur (UKG), maka asosiasi yang disebutkan di point pertama bisa menjadi mitra valid untuk mengurusi sertifikat kompetensi guru. Jadi point ke dua dan tiga akan dilakukan dengan baik karena dua instrumen inilah yang akan membantu guru untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu dua tahunan. Setiap dua tahun, guru akan ditest ulang, walaupun sistemnya jangan dibuat seperti monster.

Jika guru bermutu, siswapun bermutu. Jika siswa bermutu maka generasi penerus bangsa bermutu. Jika generasi penerus bermutu, maka bangsa pun bermutu. Jika bangsa bermutu, maka negara pun bermutu. Jika negara bermutu, maka kualitas hidup pun bermutu. Ingat, Kualitas hidup di dunia yang pendek akan menentukan kualitas hidup di akhirat yang sangat panjang.{}

Aku bangga menjadi guru bermutu, Kamu?
Bumisyafikri, 14/5/17

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun