Mohon tunggu...
Zaki Fahminanda
Zaki Fahminanda Mohon Tunggu... Lainnya - Honesty is a very expensive gift. Do not expect it from cheap people

Kombinasi Semangat dan Etika

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Simalakama New Normal

28 Mei 2020   23:44 Diperbarui: 8 Juni 2020   19:54 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Kompas.com/Garry Lotulung)

Pertama adalah dampak positif. Dengan berubahnya kebijakan PSBB ke New Normal ini, sektor perekonomian dipastikan akan kembali bergerak. Sarana publik seperti pasar, mall, pusat wisata, restoran, cafe, gym dan sarana pendidikan akan dibuka kembali secara bertahap.

Para pengusaha, karyawan dan pekerja yang berkecimpung di dalamnya akan bekerja kembali seperti semula. Produktivitas masyarakat akan kembali meningkat, serta Supply and Demand dalam neraca ekonomi tentu akan lebih seimbang dari yang sebelumnya.

Keuntungan lainnya adalah, lahirnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan. Dengan kewajiban masyarakat untuk selalu mengikuti panduan protokol kesehatan ketika beraktifitas, akan bisa menimbulkan kebiasaan jangka panjang bagi mereka. Kebiasaan berprilaku hidup bersih dan sehat, baik disaat pandemi maupun setelah pandemi nantinya.

Kemudian, dampak yang kedua adalah Negatif. Apabila kebijakan new normal ini tidak diformulasikan dengan matang, maka sudah dipastikan akan banyak timbul permasalahan-permasalahan baru dikemudian hari.

Lain Padang Lain Ilalang, Lain Lubuk Lain Ikannya. Mungkin di negara lain seperti Vietnam, Jerman dan Selandia Baru, kebijakan ini dinilai bisa berhasil dalam penerapannya, namun belum tentu di Indonesia dengan segala karakteristik daerah dan manusianya.

Berkaca dari penerapan PSBB saja. Kebijakan PSBB yang dinilai lebih persuasif jika dibandingkan dengan Lockdown, masih banyak pertentangan dan pelanggaran yang terjadi di dalamnya.

Banyak oknum-oknum masyarakat dan aparat pemerintah yang semestinya mendukung kebijakan ini, justru terang-terangan melanggarnya. Apalagi dengan kebijakan new normal yang justru lebih longgar dan lebih menitikberatkan kepada kesadaran masyarakat dalam mengikuti dan mematuhi panduan protokol Covid-19.

Dengan keadaan ini, pemerintah bak memakan buah simalakama. Kebijakan New Normal ini diambil ketika kurva positif Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Artinya kebijakan diambil belum mempertimbangkan kondisi perkembangan kasus.

Di saat kebijakan pengetatan aturan pencegahan Covid 19 sangat diperlukan untuk meredam kasus, tapi justru kebijakan pelonggaran yang dijalankan. Jangan sampai terjadi gelombang kasus yang jauh lebih tinggi lagi akibat dari kebijakan ini.

Selanjutnya, kebijakan ini juga belum mempertimbangkan saran-saran dari WHO yang mengharuskan bahwa New Normal bisa diberlakukan ketika sudah tidak ada penambahan kasus baru Covid-19, dan pemerintah bisa mengendalikan transmisinya. Apakah Pemerintah sudah bisa ? Saya kira belum.

Namun di lain hal, jika tidak mengambil langkah ini, maka kondisi perekonomian di Indonesia dipercaya akan semakin memburuk. Jumlah pengangguran akan bertambah seiring tidak beroperasinya perusahaan, pabrik-pabrik, serta usaha-usaha lainnya. Dengan banyaknya pengangguran akan berdampak kepada meningkatnya angka kemiskinan yang nanti juga bisa berdampak kepada kondisi stabilitas sosial dan keamanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun