Mohon tunggu...
Zakiah Hijriani
Zakiah Hijriani Mohon Tunggu... Lainnya - Penugasan

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Budaya Apatis Pemilih Pemula

20 Mei 2020   14:40 Diperbarui: 20 Mei 2020   14:36 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilih pemula pada Pemilu adalah generasi baru pemilih yang memiliki sifat dan karakter, latar belakang, pengalaman dan tantangan yang berbeda dengan para pemilih di generasi sebelumnya.

Pemilih Pemula adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang pada hari pemilihan atau pemungutan suara adalah WNI yang sudah genap berusia 17 tahun dan atau lebih. Atau sudah/pernah nikah yang mempunyai hak pilih, dan sebelumnya belum termasuk pemilih karena ketentuan Undang-Undang Pemilu.

Dalam hal ini pemilih pemula adalah anak kandung media sosial yang terpapar oleh banyak dan cepat sekali informasi di Media sosial. Mereka sangat melek teknologi dan sangat cepat memperoleh informasi. 

Kelompok ini sangat tersentuh kemajuan teknologi informasi, mereka menggunakan alat-alat teknologi canggih dengan baik, mulai dari handphone, laptop, tablet dan aneka gadget lainnya. Mereka juga sangat fasih dalam penggunaan fasilitas dan jaringan sosial media, seperti, twitter, facebook, linked in, dan sebagainya.

Namun pemilih kategori ini dianggap begitu rentan terpengaruh untuk apatis terhadap pesta demokrasi karena tingkat kematangan emosional yang belum stabil dalam memaknai berita dan informasi yang sifatnya politis. Bahkan tidak sedikit ditemukan ada yang terang-terangan ingin Golput.

Sikap apatisme politik generasi pemilih pemula hari ini tidak hadir secara tiba-tiba. Melainkan, hadir karena situasi yang pernah mereka rasakan. Pemilih pemula dalam hal ini kategori remaja  menyatakan perspektif yang negatif terhadap politik. 

Menurut mereka politik yang hadir tidak sesuai dengan persepsi idealnya yang sering berbicara atas nama masyarakat. 

Pada satu sisi sangat bersemangat dan ingin mengetahui seputar Pemilu, khususnya melalui media sosial. Namun, belum tentu antusiasisme tersebut simetris dengan realitas perilaku politiknya.


Dapat dilihat bahwa pemilih pemula rawan didekati, dipersuasi, dipengaruhi, dimobilisasi, dan sebagainya untuk bersedia mengikuti kampanye yang dilaksanakan. Padalah sebelum ini, para kontestan Pemilu tersebut tidak jelas kepeduliannya terhadap pemilih pemula. 

Ini membuktikan bahwa pemilih pemula rawan dipolitisasi dan dijadikan komoditas politik untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas kontestan Pemilu, baik Pilpres maupun Pileg.

Untuk mencegah terjadinya politisasi terhadap pemilih pemula, maraknya politik uang, minimnya pemahaman terkait dengan teknis penandaan atau pencoblosan, dan lainnya sebagaiknya KPU harus lebih intens melakukan literasi politik dengan cara melakukan pendidikan pemilih kepada pemilih pemula agar menjadi pemilih cerdas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun