Mohon tunggu...
MUHAMAD ZARKASIH
MUHAMAD ZARKASIH Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Pemerhati Masalah Sosial, Budaya dan Politik

Pemerhati Masalah Sosial, Budaya dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Faham Radikalisme Bukanlah Bagian Keberagaman

4 Maret 2021   10:18 Diperbarui: 4 Maret 2021   10:38 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Indonesia adalah sebuah negeri yang unik, dimana keberagaman dalam banyak sendi bisa hidup berdampingan dengan aman dan nyaman dalam lindungan undang-undang. Konflik secara horisontal bukan tidak pernah terjadi, namun skalanya kecil dan teredam dengan sendirinya, oleh karena kekuatan semangat keberagaman dan kepatuhan hukum dari semua elemen bangsa.

Negara lain yang juga memiliki keberagaman terlihat lebih berpotensi terhadap soal konflik, karena minimnya semangat kebersamaan diantara manusianya, di samping tak adanya jaminan dan perlindungan dari undang-undang atas keberagaman itu. Setiap hal kecil saja yang menyentuh sisi sensitif dari soal perbedaan maka itu bisa berpotensi menjadi trigger munculnya kerusuhan atau tindakan yang bernuansa radikal.

Namun ada hal unik lain juga di Indonesia ini, yaitu munculnya satu klaim aneh bahwa radikalisme agama adalah juga bagian dari keberagaman, yang pada sisi lain harus dianggap sebagai "kebebasan beragama". Radikalisme dalam konteks agama -- oleh faham tersebut -- selayaknya juga harus diterima sebagai "bentuk pelaksanaan akidah agama".

Faham sesat itu dalam perjalanan waktu memang terus ada, meskipun tidak benar-benar mampu menjad faham yang mendominasi pikiran para pemeluk agama. Meski demikian, hal itu tetap dirasakan mengganggu keamanan dan kenyamanan hidup berbangsa dan bernegara.

Salah satu point di dalam faham radikalisme adalah kuatnya sebuah doktrin bahwa Pemerintah adalah thogut, yang tidak selayaknya dihormati dan dipatuhi. Hal-hal yang dianggap bertentangan dengan hukum syariah atau pun akidah terus menerus diserukan, menstimulir semangat perlawanan. Guru Besar UIN Sumatera Utara Syahrin Harahap secara gamblang menggambarkan ciri-ciri kelompok yang terpapar faham radikal itu sebagai "pandangannya sempit, fundamental, eksklusif, keras, dan selalu ingin mengoreksi paham orang lain."

Radikalisme menjadi salah satu sebab lahirnya tindakan terorisme, di samping ada penyebab lain. Dengan demikian keduanya memiliki keterkaitan yang kuat. Kedua  hal tersebut merupakan tindakan kekerasan atau ancaman bagi kehidupan keberagamaan. Tindak kejahatan tersebut sesungguhnya dilakukan oleh sekelompok minoritas orang yang menolak dan sekaligus tidak percaya lagi pada sistem dan proses demokrasi yang ada. Gerakan tersebut menginginkan adanya perubahan sosial dan politik secara drastis dengan kekerasan. Sedang agama yang dijadikan sebagai fondasi kemudian dipahami secara ekstrem.

Namun benarkah radikalisme dan terorisme merupakan watak bawaan dari bentuk keberagamaan masyarakat Indonesia? Berdasarkan analisis keterkaitan Islam dan demokrasi di Indonesia menilai, keberadaan Islam Radikal bukanlah fenomena yang asli terlahir dari Indonesia. Mereka kental dengan pengaruh-pengaruh eksternal dari Timur Tengah. Keberadaan gagasan "Islamisme" yang mereka bawa pun tidak sepenuhnya mencerminkan keindonesiaan, sebagaimana gerakan radikal ISIS saat ini.

Penolakan pengikut faham radikal terhadap sistem demokrasi kita sebenarnya adalah sebuah bentuk pengingkaran terhadap keberagaman. Bagaimana mereka berharap diterima atas nama demokrasi namun pada saat yang sama mereka menafikan sistem demokrasi itu sendiri? Kaum

fundamentalis yang berpikiran bahwa sistem demokrasi kita tak sejalan dengan ajaran agama kuat sekali pengaruhnya terhadap tumbuh suburnya faham radikalisme.

Penafsiran agama yang ditawarkan kaum fundamentalis adalah tafsir secara tekstual, tanpa memperhatikan konteks. Yang memang tafsir agama semacam ini  lebih mudah diterima oleh kalangan muda, karena kecenderungannya untuk  menyandarkan segalanya pada teks kitab suci. Karena tak perlu memaksimalkan akal, tak perlu melihat konteks latar belakang sebab turunnya ayat suci, kebudayaan dimana ayat tersebut diturunkan, maka tentu tafsir tekstual lebih diterima oleh kalangan muda yang malas dalam berpikir.

Maka jelaslah bahwa faham radikalisme -- dalam bentuk tindakan -- bukanlah bagian dari keberagaman NKRI. Sangat sulit untuk memberikannya tempat, sementara mereka berniat merebut bahkan menghancurkan tempat orang lain yang tak sejalan. Pada konteks yang lebih tegas: faham radikalisme agama sesungguhnya telah mengkhianati sistem kebebasan dan demokrasi yang diajarkan oleh agama itu sendiri. Ketika agama menyerukan kepada umatnya untuk memahami adanya keberagaman -- bahkan dalam memeluk agama berbeda -- kaum radikal seolah "mengambil hak Allah" untuk menentukan kebenaran yang paling mutlak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun