Mohon tunggu...
Zairiyah kaoy
Zairiyah kaoy Mohon Tunggu... Penulis - Hipnoterapis, penulis buku seberapa kenal kamu dengan dirimu, bahagia dengan pemetaan pikiran.

Manusia sulit berpikir positif mengenai orang lain ketika ia berada pada muatan emosi negatif yang sangat kuat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kata Maaf adalah Obat Jiwa

12 April 2021   07:55 Diperbarui: 12 April 2021   07:58 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap orang pernah melakukan salah dan dosa, menyakiti hati orang lain tanpa sengaja atau disengaja. Terkadang kita bersikap semaunya dan tidak mau tahu terhadap perasaan orang lain, apakah mereka baik-baik saja mendengar kata-kata kita ataukah malah menimbulkan luka hati.

Persoalan di dunia ini sebenarnya hanyalah persoalan hati. Para hati yang terabaikan dari perilaku yang semestinya, hati yang ingin dimengerti dan dipahami. Dari hati yang tidak terpenuhi ini membangkitkan penyakit lahir dan batin, terbawa hingga meninggal dunia.

Saya kadang berpikir dan sedikit heran, banyak orang merasa taat beribadah namun ia mampu menyakiti orang lain dengan lidah dan tangannya. Meninggalkan luka-luka di hati manusia tapi mereka tetap merasa benar dengan semua perilaku yang mereka tebarkan. Sedangkan agama identik dengan akhlak namun tidak tercermin pada diri sendiri.

Beberapa klien yang datang kepada saya selalu terhubung dengan luka batin. Dimana luka itu sebenarnya hanya membutuhkan kata maaf untuk mengobati hatinya. Namun orang yang bersangkutan merasa tidak bersalah dan abai saja. Sungguh disayangkan bila itu terjadi antar keluarga seperti istri, suami, anak, adik, kakak, bahkan pada orangtua dan mertua kita sendiri.

Kata maaf tidaklah sesulit yang kita duga, ketika hati merasa menyesal dan mengakui maka kata maaf itu akan meluncur mulus dari mulut kita. Semakin tulus semakin mudah mengatakannya. Bukankah kita juga ingin bila ada orang lain yang bersalah, mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada kita?.

Saya yakin di kitab agama apapun ada anjuran untuk tidak menyakiti hati makhluk hidup, terutama manusia. Karena hati merupakan mahkota yang harus dijunjung tinggi. Perbuatan keji dimulai dari hati yang dilukai dan dampaknya melukai orang banyak atau membentuk perilaku tidak wajar (psikopat), begitu seterusnya.

Inteligent Quotient (IQ)

Kecerdasan intelektual menjelaskan sifat pikiran. Mencakup sejumlah kemampuan memecahkan masalah, merencanakan, Bahasa, daya tangkap, menalar. Kecerdasan ini kaitannya dengan kemampuan kognitif yaitu keyakinan seseorang tentang sesuatu yang didapat dari proses berpikir mengenai seseorang atau sesuatu.

Ketika manusia berhenti hanya pada titik ini maka perilaku akan cenderung abai dengan orang lain. Tidak peka dengan lingkungan, yang ia tahu hanya dirinya dan kecerdasannya tanpa mampu melihat masih banyak orang yang melebihinya. Cenderung egois dan mau menang sendiri, tidak peduli dan cenderung menuntut hak.

Orang-orang yang hanya berhenti disini yang sering menimbulkan luka batin kepada orang lain. Kecerdasan yang hanya untuk memuaskan dirinya sendiri. Bersifat arogan dan selalu merasa benar. Menanggapi sesuatu hanya sesuai pola pikirnya sendiri tanpa mampu melihat sebab akibat.

Emotional Quotient (EQ)

Kecerdasan emosional ini adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelolah dan mengontrol emosi dirinya dan orang di sekitarnya. Kecerdasan ini mengacu kepada perasaan terhadap informasi. Kecerdasan emosional ini lebih penting dari IQ karena akan memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang.

Seseorang yang berhenti pada titik ini sangat baik, karena mampu menata emosinya terhadap apapun, sering dikatakan sabar menjalani apapun. Namun sabar itu bukanlah diartikan dalam diam, tapi menjalani proses apapun selalu tenang dan tidak menimbulkan perilaku demonstratif. Pembawaannya tenang dan terjaga seluruh panca indera.

Ketika EQ sudah dimiliki biasanya IQ mengikuti. Saat manusia mampu mengendalikan dirinya, saat itu dia sudah dikatakan cerdas dalam mengelolah diri sehingga perilaku yang tampak akan sabar dan tenang. Tidak mudah terprovokasi dan mengambil keputusan yang seenaknya, semua sudah diolah dengan IQ dan EQ nya. Sering kita mendengar kalimat "orang hebat adalah orang yang bisa mengalahkan dirinya sendiri" mengalahkan emosinya sendiri.

Spiritual Quotient (SQ)

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa. Dimana manusia mampu mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan dan menerapkan nilai-nilai positif pada dirinya dan orang lain. Kecerdasan ini mampu mengatasi persoalan dan berdamai dengan persoalan. Mampu menghadapi penderitaan dan rasa sakit dan mengambil pelajaran dari setiap persoalan.

Orang yang berada di titik ini akan mampu melihat visi dan misi hidup, mandiri, mengerti makna hidup dan fleksibel dalam menyikapi persoalan tanpa mengeluh. Karena berisi kesadaran terhadap penciptaan dan diri sendiri. Mampu menyesuaikan diri di lingkungannya dan menguasai jiwanya sendiri.

Ketika manusia sudah berada disini, IQ dan EQ cenderung mengikuti. Bila masih tidak mampu menguasai emosi dan mudah tersinggung namun taat beribadah maka hakikatnya belum berada di SQ, masih dalam proses menuju SQ. di titik inilah manusia mudah sekali meminta maaf bila melakukan kesalahan, tidak selalu menunjuk orang lain yang salah.

Orang-orang yang memiliki SQ sangat peka dengan jiwa orang lain. Cenderung menjaga tutur kata dan sikap. Tidak berani untuk melukai orang lain, karena ketika ia melukai orang lain maka hatinya akan sedih dan menangis, jiwanya berbicara kepadanya.

Menurut ilmu neuroscience, ketika otak mendengar kata maaf maka neuron otak akan mengendor dan relax. Tidak mengeluarkan synapse yang intens seperti sebelumnya. Membuat tubuh menjadi lebih tenang, sehat dan tentunya berdampak kepada fisik dan psikis manusia.

Para psikopat ringan hingga berat berasal dari orang-orang yang terabaikan dan memiliki dendam yang sangat besar. Membalas perbuatan dengan kekejian yang sangat luar biasa, melampiaskan kepada orang yang tidak berdaya. Trauma (para psikopat) yang tidak dapat ditolerir disebabkan memiliki EQ dan SQ yang sangat rendah.

Tanpa kita sadari kita telah menciptakan para psikopat karena perilaku kita. Terutama dalam keluarga kita sendiri yang mungkin kita menganggap mencubit, memukul dan membandingkan anak adalah hal yang biasa. Namun sebenarnya disitulah awal petaka yang akan terjadi dikemudian hari. Orang-orang yang trauma dimulai dari masa dalam kandungan dan innerchildnya (masa kanak-kanak).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun