Mohon tunggu...
Jay Z. Pai
Jay Z. Pai Mohon Tunggu... Full Time Blogger - menulis saja

suka musik dan jalan - jalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kopi Tak Selalu Tepat Waktu

24 Juli 2021   10:25 Diperbarui: 24 Juli 2021   16:13 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: dokumen pribadi.

Pagi itu di Kota Baringtonia. Sekawanan burung terbang bagai lukisan di awan cerah dan matahari baru setinggi atap kandang ayam. Orang-orang mulai beraktivitas seperti biasanya. Mobil-mobil dengan muatan besar mulai berurut dijalanan membuat macet perlahan. Kesibukan khas sebuah kota industri.

Baringtonia adalah kota industri di ujung utara Asiatica. Dulu hanya terkenal sebagai kota industri pengalengan ikan. Sampai-sampai di tengah kota ada tugu ikan. Namun sekarang telah berkembang beberapa perusahan yang bergerak di bidang pengolahan bahan semen dan minyak kelapa.

Di sepanjang jalan utama, aroma minyak kelapa selalu mengisi udara, dan kadang-kadang seperti oksigen. Sebagian besar orang membencinya, sebagian lagi menyukainya dan hanya beberapa yang benar-benar menikmatinya, salah satunya Langit.

Saat berkendara dengan sepeda motor, seringkali dia sengaja membuka masker untuk sekadar menikmati bau minyak kelapa. Padahal di musim pagebluk seperti sekarang, poster wajib pakai masker terpampang di mana-mana. Artinya udara bisa membunuhmu jika tidak berhati-hati.

***

Berawal dari Langit, lelaki kutu-buku dengan lingkaran mata panda yang berlari memasuki kelas paling ujung di Kampus 45. Dia tau, kali ini dia benar-benar terlambat dan pasti di hukum berat. Dikepalanya sudah terbayang wajah seram dosen teknik arsitek yang terkenal killer.

"Cepat keluar dan bawa alasanmu, atau saya yang keluar dari kelas ini. Kau bisa seribu kali terlambat di kelas lain, tapi jangan di kelas ini". Tegas Pak Doktorandus.

Langit mengumpat dalam hati, jika bukan karena menyelesaikan tugas sampai pagi buta, kejadian ini tidak akan pernah terjadi. Tapi sudahlah, yang sudah jadi bubur mustahil jadi nasi lagi. Apalagi nasi goreng. Ahhh, buang jauh-jauh harapan itu.

Dengan wajah kesal, Langit segera pergi meninggalkan kelas menuju halaman depan kampus, mengeluarkan sebatang rokok dari saku celana, dan memutar lagu Mis Melly yang berjudul 'tak tahan lagi'. Sambil menatap ke jalan raya, dia berpikir setelah ini mau kemana lagi.

"Sudah kita ngopi saja". Langit membalik badannya dan mencari asal suara. Itu ternyata Bintang, teman sekampusnya namun beda fakultas. Saran temannya ini ada benarnya juga. Mungkin caffein bisa mendatangkan ketenangan walau sementara.

Langit dan Bintang adalah sahabat sejak  kecil. Dua-dua suka kopi hanya beda cara penyeduhan. Yang satu menyukai manual brew sedang yang satunya lagi menyukai model penyeduhan ala tekongan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun