Ketika pertama dibuka Farm House di Lembang, Istri saya ngotot ingin mengunjunginya. Ngotot untuk hanya sekadar ingin mengenakan busana ala noni-noni bangsawan Eropa.
Tujuannya, foto-foto!
Ia membayangkan dirinya berada di tengah perkebunan anggur di Eropa. Ia seolah-olah tengah bermain-main di antara pohon-pohon blackberry dan blueberry di pinggiran kota dunia di benua biru itu. Ia seperti sangat menikmati aroma tulip sembari menghirup udara segar musim semi.
Klik, jepret, dan wuihhh... untung kamera sekarang serba digital, dan ada kamera handphone. Bisa motret sepuas hati. Bisa selfie tanpa batas.
Andai kayak dulu, masih pakai roll seperti Fuji dan Kodak 12, 24 dan 36 kutip serta ekstra 2 kutipan, maka hancurlah saya. Entah sudah berapa roll yang dihabiskannya?
Setelah foto-foto, ia mengaploadnya ke Facebook. Dibaca oleh keluarga dan temannya di kampung. Banyak yang kagum. Banyak yang tertarik. Banyak yang komen. Dan, banyak yang like.
Dampaknya, setiap ada keluarga atau teman-temannya dari Makassar, selalu saja Farm House tujuan utamanya kalau ke Bandung.
Mereka hanya sekadar ingin berfoto ala noni-noni. Di sewa Rp. 75.000 per jam. Sudah bisa berfose dengan berbagai latar belakang yang cantik.
Seperti tak bosan-bosan, saya pun sudah berkali-kali ke Farm House hanya sekadar menikmati segelas susu Lembang, sembari duduk tenang.
Sambil memperhatikan noni-noni, saya duduk santai di sudut Farm House ini.
Capek merayap di kemacetan!Â
ZT -Lembang, 15 Oktober 2017
